MINANGKABAUNEWS.com, PASAMAN BARAT – Kantor Imigrasi Agam, Sumatera Barat mengonfirmasi tidak ditemukannya pelanggaran keimigrasian terkait keberadaan dan aktivitas 13 tenaga kerja asing di PT Gamindra Mitra Kesuma (GMK), perusahaan pengolahan biji besi yang berlokasi di Air Bangus, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat.
Dalam razia gabungan pengawasan orang asing yang digelar pada Rabu (25/6), tim pengawas menemukan 13 warga negara Republik Rakyat Tiongkok yang menggunakan Visa C.18. Menurut Kepala Bidang Penegakan Hukum dan Kepatuhan Internal Kantor Imigrasi Sumatera Barat, Agus Susdajanto, jenis visa tersebut diperuntukkan bagi kunjungan kerja singkat, terutama bagi calon pekerja asing yang hendak menjalani masa percobaan.
“Sesuai dengan ketentuan Kemenimpas No: M.IP-08.GR.01.01 Tahun 2025, pemegang visa C.18 diperbolehkan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan uji coba kemampuan kerja, wisata, pembelian barang, maupun kunjungan kepada keluarga dan teman,” ujar Agus Susdajanto, Kamis.
Visa C.18, yang dikenal juga sebagai visa Kandidat Pekerja Asing Entry Tunggal, memberikan izin tinggal maksimal 60 hari yang dapat diperpanjang hingga total 120 hari. Meskipun demikian, visa ini tidak memberikan hak bagi pemegangnya untuk bekerja secara formal di Indonesia.
Selain penjelasan dari pihak imigrasi, tim gabungan pengawasan yang terdiri atas perwakilan Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, kepolisian, kejaksaan, BNN, TNI, dan instansi terkait lainnya, turut hadir dalam razia tersebut. Dalam keterangannya, Agus Susdajanto berharap agar PT GMK dapat lebih mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja lokal serta meningkatkan sinergi dengan masyarakat dan pemerintah kabupaten.
Di sisi lain, Advokat Ki Jal Atri Tanjung, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat yang membidangi Majelis Hukum dan HAM, LBH-Mu, LBH-AP, dan LPPK, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kebijakan masuknya tenaga kerja asing tersebut. Menurutnya, sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) menggali lebih lanjut masalah ini.
“Saya merasa Pasaman Barat seolah kebobolan atau bahkan menutup mata terhadap kedatangan tenaga kerja asal China yang leluasa. Seharusnya, bupati tidak mengizinkan hal semacam ini tanpa pertimbangan mendalam. Disnaker perlu menelusuri kembali legalitas visa mereka dan mengevaluasi apakah benar-benar diperlukan, mengingat masih banyak putra putri Pasbar yang menganggur,” pungkasnya.
Dengan begitu, seruan pihak advokat mengawali harapan agar pemerintah daerah dapat lebih terbuka dan kritis dalam menangani isu keimigrasian, serta memastikan pemberdayaan tenaga kerja lokal sebagai prioritas utama dalam setiap kegiatan usaha di wilayah tersebut.






