260 Tokoh Adat Ranah Minang Sepakat: Tolak Sertifikat Tanah Ulayat

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG KUNIANG – Ratusan tokoh adat dari seluruh Ranah Minang berkumpul di Masjid Muslimin, Minggu pekan lalu. Mereka datang memenuhi panggilan Niniak Mamak nan XII Pasukuan Padang Kuniang untuk membahas persoalan mendesak: pusaka dan martabat adat yang terancam.

Sebanyak 260 peserta hadir, mulai dari Niniak Mamak, Alim Ulama, hingga Cadiak Pandai. Bupati Lima Puluh Kota H. Safni Sikumbang turut menghadiri pertemuan yang berlangsung seharian itu.

“Banyak penyakit masyarakat yang secara tidak langsung menjadi kebiasaan,” ujar Sago Indra Dt. Majo Indo, Ketua Acara. “Kami gelisah melihat kondisi ini.”

Pertemuan bertajuk “Duduak Salapiak Sa Alam Minangkabau” ini menghadirkan empat narasumber utama. Buya Dr. Gusrizal Gazahar membedah filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Menurutnya, secara filosofis adat ditempatkan di atas syarak, sedangkan secara historis adat lebih dulu dipraktikkan masyarakat.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Prof. Yulia Mirwati, menegaskan pengakuan hukum terhadap hak ulayat. “UUPA lahir karena hukum kolonial Belanda tak sesuai dengan masyarakat adat Indonesia,” katanya. Hukum kolonial berbasis individualitas dan komoditas, sementara kepemilikan tanah adat bersifat komunal.

Basrizal Dt. Pangulu Basa mengingatkan pentingnya introspeksi. “Jangan-jangan kita sudah memakan pantangan,” ujarnya. “Introspeksi adalah sebuah kemuliaan.”

Diskusi berlangsung sengit. Moderator DR. Wendra Yunaldi kewalahan membatasi pertanyaan yang terus mengalir. Peserta kemudian dikelompokkan berdasarkan asal: Luhak Nan Tigo, Pesisir, dan Rantau. Setiap kelompok diminta menyusun rencana tindak lanjut.

Pertemuan yang berakhir pukul 17.00 itu menghasilkan tiga kesepakatan: menolak sertifikat tanah ulayat, mendorong Peraturan Daerah tentang perlindungan masyarakat hukum adat, dan menolak segala penyimpangan nilai adat seperti narkoba, judi online, dan LGBT.

Keputusan ini disepakati bulat oleh 260 peserta, baik individu maupun perwakilan lembaga adat. Kini tinggal menunggu implementasinya di setiap nagari.

Related posts