65 Tahun Duski Samad: Menulis Mewariskan Makna, Produktif Membuat Buku

  • Whatsapp

PADANG PARIAMAN, — Tanggal 18 Juli 2025 ini, Prof. Dr. H. Duski Samad, M. Ag, Tuanku Mudo berusia 65 tahun. Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang ini lahir 18 Juli 1960 di Sikabu Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman. Pasca 60 tahun usianya, beliau berhasil menuntaskan kerja menulis buku sebanyak 17 buku dari berbagai judul dan tema yang diuraikannya dalam buku itu.

Tidak sekedar ditulis buku itu. Diterbitkan dan dilaunching, beredar luas secara online dan bisa diakses oleh masyarakat. Menarik sekali, di tengah kesibukannya yang luar biasa padat, Duski Samad bisa meluangkan waktunya untuk menulis.

Melihat capaian demikian, 17 buku tuntas dalam rentang waktu lima tahun, menunjukkan produktivitas kepenulisan seorang Duski Samad amat tinggi sekali. “Menulis mewariskan makna,” tulis Duski Samad. Sepertinya, alumni Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Batang Kabung, Padang ini terinspirasi dari Sahabat Nabi Muhammad Saw, Ali bin Abi Thalib yang menyebutkan, kalau menulis itu mengikat ilmu.

Tiada hari tanpa menulis. Agaknya ini pantas kita sematkan ke profesor yang berangkat dari surau ini. Sambil bepergian dengan pesawat, dia memanfaatkan waktu kosong itu dengan menulis. Sambil menunggu waktunya untuk naik mimbar berceramah, pun digunakan untuk menulis.

Apalagi sambil ngopi di sebuah tempat akan tuntas tulisannya yang panjang dan menarik untuk dibaca. Begitu juga sambil melakukan bimbingan terhadap calon doktor, tak disia-siakannya terbuang begitu saja. Harus tuntas sebuah judul tulisan yang sudah ada kerangka tulisan itu dalam pemikirannya.

Dapat kesempatan umrah, pulang dari Tanah Suci, sebuah buku karya Ketua Yayasan Islamic Center Syekh Burhanuddin Pariaman ini pun diterbitkan oleh penerbit. Buku pengalaman serta bimbingan umrah yang baik dan benar, tentu menjadi kebutuhan tersendiri oleh masyarakat.

Di tengah digitalisasi, membaca buku terasa spesial. Buku memberikan alternatif solusi dalam kesehatan mata. Penulis pasti orang yang gemar membaca. tetapi, orang membaca tak semuanya penulis. Membaca dan menulis, menulis dan membaca sepertinya bisa nyambung dan sinkron oleh Duski Samad.

Penambahan usia, pengurangan jatah hidup, ulama ini kian produktif menulis. Tulisannya memberikan alternatif solusi di tengah dinamika sedang bergejolak. Istilah baru pun mengalir selancar dia bicara di depan doktor kandidat.

Membaca sebagai dasar menulis: Membaca memperkaya kosakata, meningkatkan pemahaman struktur kalimat, dan memberikan wawasan tentang berbagai gaya bahasa dan cara penyampaian informasi, yang semuanya penting untuk menulis dengan baik.

Menulis memperkuat pemahaman: Ketika menulis tentang apa yang telah dibaca, seseorang dipaksa untuk berpikir lebih dalam tentang teks tersebut, menganalisisnya, dan membentuk opini sendiri.

Membaca dan menulis sebagai proses dialektis: Membaca bukan hanya menyerap informasi, tetapi juga melibatkan proses seleksi, kritik, dan sintesis informasi. Menulis adalah ekspresi dari proses dialektis tersebut.

Membaca dan menulis sebagai literasi: Keduanya merupakan keterampilan dasar literasi yang penting untuk belajar dan berpartisipasi dalam masyarakat.

Bagi Duski Samad, apa pun bisa jadi sebuah opini. Apakah itu tulisan berbentuk seleksi, kritik, dan sintesis informasi dari hal yang diikutinya. Sebagai guru besar tasawuf, kepada Duski Samad kita lekatkan sebagai “pakar Syekh Burhanuddin”. Kini, sedang berselancar menulis, mengkaji para syekh dan tuanku yang tersambung dengan Syekh Burhanuddin.

Ensiklopedia 100 Syekh dan Tuanku Bersanad ke Syekh Burhanuddin. Itu rencana judul bukunya. Luar biasa sekali. Sesuatu yang tidak terpikirkan oleh banyak penulis, oleh Duski Samad, ensiklopedia itu penting dan amat sangat penting.

Keberadaan ulama di zamannya, banyak melahirkan nilai-nilai keteladanan. Punya karya dan pengabdian yang tulus dan ikhlas. Mengajar dengan tidak mengharap upah. Nilai-nilai yang terpatri dari ulama itu harus diabadikan. Itulah pentingnya penulisan buku ensiklopedia yang digagas Duski Samad, sebagai mengabadikan nilai luhur guru dan ulama. (ad)

Related posts