Anak Remaja Ikut Demo, KPAI: Butuh Ruang Dialog Bukan Jalanan

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, menyoroti maraknya keterlibatan anak dalam aksi demonstrasi beberapa waktu terakhir. Ia menyebut fenomena ini terus meningkat sejak 2014, 2019, hingga kini 2025, seiring derasnya arus informasi digital yang membentuk pola pikir remaja.

“Anak-anak adalah pengguna terbesar informasi digital. Mereka terpapar isu politik 24 jam tanpa batasan usia. Bahkan sering kali langsung disebut atau diajak di media sosial, sehingga spontan ikut merespons,” kata Jasra dalam keterangan tertulis, Kamis, 4 September 2025.

Menurut Jasra, motivasi anak-anak terjun ke jalan tidak selalu karena kesadaran politik, melainkan juga didorong rasa ingin tahu, ikut tren viral, hingga fenomena FOMO (fear of missing out). Namun, kondisi di lapangan membuat mereka berisiko terseret dalam kericuhan. “Kemarahan dan kekerasan itu sifatnya menular. Kalau anak terus-menerus terpapar, apalagi ikut dalam massa, tentu berbahaya bagi psikologis dan fisiknya,” ujarnya.

KPAI mencatat banyak kasus anak yang diamankan polisi dalam demonstrasi. Beberapa bahkan mengalami luka fisik dan psikis, hingga berhadapan dengan hukum. “Luka fisik mungkin bisa diobati, tapi luka jiwa akan membekas lama. Ini yang harus kita cegah,” kata Jasra.

Ia menilai usia remaja adalah masa kritis dalam perkembangan berpikir. Karena itu, negara seharusnya menyediakan kanal aman untuk menyalurkan keresahan dan daya kritis mereka. “Jalanan bukan tempat anak menyampaikan pendapat. Harus ada ruang dialog, baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat,” ujarnya.

Jasra menilai inisiatif Presiden Prabowo Subianto yang mengundang tokoh partai, agama, dan organisasi ke Istana untuk berdiskusi bisa menjadi contoh. “Presiden memberi pesan penting: tetap kritis, tapi jangan sampai krisis. Pesan ini juga relevan untuk anak-anak kita,” ucapnya.

Ia juga mengingatkan pemerintah agar membangun sistem mitigasi lintas kementerian-lembaga ketika anak terlibat demonstrasi. Selain itu, pendidikan politik yang sehat harus ditanamkan sejak dini. “Kalau kanal-kanal demokrasi dibuka dan berjalan efektif, anak-anak tidak akan mudah terprovokasi. Mereka bisa menikmati demokrasi tanpa harus turun ke jalan,” kata Jasra.

Related posts