MINANGKABAUNEWS.com, PADANG –Transformasi pertanian menjadi sorotan utama dalam peringatan ulang tahun ke-80 Provinsi Sumatera Barat, Selasa pekan lalu. Rahmat Saleh, politikus Komisi IV DPR RI, mengingatkan bahwa kemajuan daerah itu mustahil tercapai tanpa mengelola pertanian secara serius.
“Pertanian adalah tulang punggung Sumbar,” kata Rahmat dari Jakarta, Rabu kemarin. Dia menyebut komoditas lokal seperti gambir, padi, dan hortikultura sebenarnya bisa menghasilkan nilai ekonomi besar—asal tidak dijual mentah-mentah.
Masalahnya, kata dia, ada pada keberanian membangun hilirisasi. “Tantangannya di situ,” ujarnya.
Menurut Rahmat, perayaan hari jadi kali ini tidak boleh berhenti pada seremonial belaka. Momentum 80 tahun, katanya, seharusnya menjadi ruang untuk merenung: sudah sejauh mana pembangunan daerah berpihak pada ekonomi rakyat?
Hilirisasi pertanian bukan sekadar menaikkan harga jual. Lebih dari itu, ia membuka peluang kerja, menyejahterakan petani, dan memperkuat ketahanan pangan lokal.
Namun, masalah klasik masih membayangi. Permodalan terbatas, irigasi tak memadai, distribusi tidak merata. “Petani bekerja keras, tapi pendapatannya belum sepadan. Ini fakta,” kata Rahmat.
Dia menekankan pembangunan pertanian tidak bisa hanya ditumpukan ke pemerintah daerah. Kolaborasi dengan pusat, swasta, bahkan kampus, menjadi kunci agar Sumbar keluar dari kebekuan.
“Teknologi pertanian, riset, keterlibatan anak muda—tanpa itu, Sumbar tertinggal,” jelasnya.
Salah satu yang disoroti Rahmat adalah gambir. Komoditas khas Sumbar ini selama ini diekspor mentah. Padahal, jika diolah di dalam negeri, manfaatnya langsung mengalir ke petani. “Bukan ke orang luar negeri,” katanya.
Meski begitu, tantangan besar masih menghadang. Perubahan iklim, alih fungsi lahan, minimnya regenerasi petani—semua butuh kebijakan jangka panjang.
“Kalau bicara Sumbar maju, itu bukan jargon. Harus ada kerja bersama. Dan jalan paling realistis ya memperkuat sektor pertanian,” pungkasnya.






