Anggota DPR RI Rahmat Saleh Desak Negara Beri Santunan Rp500 Juta untuk Setiap Korban Bencana yang Meninggal

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Usulan kontroversial mencuat dari Senayan. Rahmat Saleh, Anggota Komisi IV DPR RI, mengangkat wacana yang menyentuh sisi kemanusiaan sekaligus memicu perdebatan: negara harus memberikan uang duka kepada setiap korban jiwa akibat bencana alam di Sumatra.

Bagi Rahmat, ini bukan sekadar soal angka. Melainkan tentang bagaimana negara seharusnya hadir di tengah duka yang mendalam. Ketika bencana merenggut nyawa, keluarga yang ditinggalkan tidak hanya kehilangan orang terkasih, tetapi juga menghadapi beban ekonomi yang menghimpit.

“Kehadiran negara tidak boleh berhenti pada evakuasi dan logistik. Ada keluarga yang kehilangan tulang punggung ekonomi, ada anak-anak yang kehilangan orang tua. Mereka butuh lebih dari sekadar simpati,” tegas Rahmat saat ditemui di Padang, Rabu.

Politikus asal Sumatra Barat ini kemudian membawa contoh dari negeri gajah putih. Thailand, menurutnya, telah menerapkan kebijakan yang patut ditiru. Setiap korban bencana yang meninggal di sana mendapat santunan mencapai Rp1 miliar. Angka yang fantastis, namun menyimpan pesan kuat: nyawa warga negara memiliki nilai yang tidak bisa ditawar.

“Thailand menunjukkan standar berbeda dalam menghargai kehidupan warganya. Bahkan di tengah bencana, mereka tidak pelit memberikan penghormatan,” ujar Rahmat dengan nada menohok.

Namun, ia paham betul kondisi keuangan negara tidak sesederhana membalik telapak tangan. Rahmat lantas membuat perbandingan yang cukup menarik perhatian. Ia menyinggung program Makan Bergizi Gratis yang menyedot anggaran sekitar Rp1 triliun per hari.

“Jika kita mampu mengalokasikan dana sebesar itu untuk satu program, mengapa santunan bagi mereka yang kehilangan nyawa karena bencana dianggap terlalu mahal?” tantangnya.

Menyadari kepekaan isu anggaran, Rahmat menawarkan jalan tengah. Jika Rp1 miliar per jiwa terlalu berat, setengahnya—Rp500 juta—bisa menjadi titik awal. Yang terpenting, kata dia, bukan nominal pastinya, melainkan komitmen moral bahwa setiap nyawa yang hilang tidak diabaikan begitu saja.

“Lima ratus juta per korban. Itu bukan angka yang mustahil. Yang kita butuhkan adalah political will, kemauan politik yang kuat untuk menempatkan kemanusiaan sebagai prioritas,” tegasnya.

Usulan ini tentu saja mengundang pertanyaan. Bagaimana mekanismenya? Siapa yang berhak? Apakah semua jenis bencana akan dicakup? Rahmat sendiri belum merinci detail teknisnya, namun ia berharap Presiden Prabowo Subianto dapat membuka ruang diskusi untuk mewujudkannya.

Bagi politikus yang kerap vokal soal isu kebencanaan ini, substansi kebijakan lebih penting dari perdebatan angka. Uang duka adalah simbol. Simbol bahwa negara tidak hanya hadir dengan tenda-tenda pengungsian dan dapur umum, tetapi juga dengan tanggung jawab jangka panjang terhadap keluarga yang ditinggalkan.

“Penanganan bencana tidak boleh berhenti pada infrastruktur dan pemulihan fisik. Ada dimensi kemanusiaan yang harus dijaga. Keluarga korban berhak mendapat kepastian bahwa negara peduli,” pungkasnya.

Wacana ini kini menunggu respons dari pemerintah dan DPR. Akankah usulan ini bergulir menjadi kebijakan nyata, atau hanya akan menjadi catatan kaki dalam diskursus kebencanaan Indonesia? Yang pasti, Rahmat Saleh telah melempar bola ke lapangan. Saatnya pemerintah memberikan jawaban.

Related posts