Anggota DPR RI Rahmat Saleh Tegas: APBN Harus Tanggung Jawab Penuh Rekonstruksi Sumbar, Ini Alasannya!

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA – Di tengah hiruk pikuk perdebatan alokasi anggaran pascabencana, sebuah suara tegas keluar dari ruang Senayan. Anggota Komisi IV DPR RI, Rahmat Saleh, menyampaikan peringatan keras: pemulihan infrastruktur Sumatera Barat tidak boleh menjadi beban daerah semata. Pemerintah pusat harus mengambil alih tanggung jawab penuh melalui APBN.

Pernyataan ini muncul menyusul keputusan pemerintah pusat yang mempertahankan Transfer ke Daerah (TKD) untuk Sumbar pada tahun 2026 tanpa pemangkasan. Namun bagi Rahmat, langkah itu baru permulaan—belum cukup untuk menyelesaikan persoalan besar yang dihadapi provinsi yang tengah berjuang bangkit dari reruntuhan bencana.

Read More

Berbicara di Jakarta pada Sabtu, 20 Desember 2025, Rahmat menegaskan bahwa keputusan mempertahankan TKD memang realistis dan memberikan ruang napas bagi pemerintah daerah. Namun, ia mengingatkan bahwa dana tersebut tidak akan pernah cukup untuk menutup kebutuhan pemulihan yang masif.

“TKD itu menjaga daerah tetap bernapas, tapi untuk membangun kembali, negara harus turun tangan penuh. Infrastruktur utama tidak boleh dibiarkan menjadi beban daerah,” tegas Rahmat dengan nada penuh keyakinan.

Menurutnya, kerusakan infrastruktur akibat bencana bukan sesuatu yang bisa diselesaikan dengan pendekatan fiskal biasa. Skala kerusakan yang terjadi di Sumbar memerlukan intervensi besar-besaran yang hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat melalui APBN, bukan APBD yang kapasitasnya sangat terbatas.

Rahmat menggambarkan kondisi Sumbar saat ini sebagai daerah yang menghadapi beban ganda. Pertama, kerusakan fisik yang meluas di berbagai sektor. Kedua, tekanan fiskal yang semakin menyempit karena kebutuhan anggaran melonjak tajam sementara kemampuan keuangan daerah tidak bertambah.

“Bencana yang melanda Sumbar bukan hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga menekan ruang fiskal daerah. Kebutuhan anggaran meningkat tajam, sementara kemampuan keuangan daerah tidak bertambah. Jika tidak ada intervensi kuat dari pusat, pemulihan berisiko berjalan lambat,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa tanpa dukungan konkret dari pemerintah pusat, proses pemulihan bisa terhambat bertahun-tahun, dan masyarakat yang menjadi korbannya.

Rahmat mengusulkan pembagian peran yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah. Menurutnya, TKD dan APBD sebaiknya difokuskan pada pemulihan ekonomi masyarakat yang terdampak langsung—mulai dari sektor pertanian, pemberdayaan UMKM, hingga penguatan daya beli warga.

Sementara itu, pembangunan infrastruktur strategis seperti jalan, jembatan, sistem irigasi, dan fasilitas publik lainnya harus dibiayai langsung oleh pemerintah pusat melalui APBN. Ini bukan hanya soal keadilan fiskal, tapi juga efektivitas dan kecepatan pemulihan.

“Rakyat butuh ekonomi mereka pulih dulu. Petani butuh lahan kembali produktif, pedagang butuh modal usaha, warga butuh daya beli. Itu tugas APBD. Tapi jalan rusak, jembatan putus, irigasi hancur—itu tanggung jawab negara,” ujar Rahmat menegaskan prioritas yang harus dijalankan.

Sebagai daerah yang berada di zona rawan bencana, Rahmat mengingatkan bahwa pemulihan Sumbar tidak boleh sekadar mengembalikan kondisi seperti semula. Rekonstruksi harus dilakukan dengan standar yang lebih tinggi untuk memperkuat ketahanan infrastruktur terhadap bencana di masa depan.

“Pemulihan harus tegas arahnya, jelas pendanaannya, dan berpihak pada warga yang terdampak. Kita tidak boleh membangun kembali hanya untuk rusak lagi saat bencana berikutnya datang,” tegasnya.

Rahmat mendesak agar kebijakan yang sudah diambil pemerintah pusat dilanjutkan dengan langkah-langkah yang lebih konkret, terukur, dan berkelanjutan.

Sebelumnya, Gubernur Sumbar Mahyeldi menyambut baik keputusan pemerintah pusat untuk tidak memangkas TKD. Ia menilai kebijakan tersebut sebagai penopang penting agar daerah tetap mampu menjalankan pelayanan publik di tengah kondisi sulit.

Dari sisi pemerintah pusat, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga telah menegaskan adanya relaksasi fiskal bagi daerah-daerah yang terdampak bencana pada tahun 2026. Namun bagi Rahmat Saleh, komitmen ini harus diterjemahkan dalam bentuk alokasi anggaran yang nyata dan terukur, bukan sekadar jaminan di atas kertas.

Pertanyaan besarnya kini: apakah pemerintah pusat akan benar-benar mengambil alih tanggung jawab pemulihan infrastruktur Sumbar, atau provinsi ini harus terus berjuang sendiri dengan sumber daya yang terbatas? Waktu akan menjawab, tapi peringatan Rahmat Saleh sudah jelas: negara harus hadir, sekarang.

Related posts