Gila! Pilpres AS Masih Berlangsung, Amerika Malah Kirim Jet Bomber ke Korut
Kamis, 05 November 2020 - 14:32:23 WIB - 1514
MINANGKABAUNEWS, INTERNASIONAL -- Perhitungan pemilu presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) masih berlangsung saat ini. Namun media Inggris, Express, mengabarkan militer AS sempat mengerahkan jet pembom di wilayah Korea Utara (Korut).
Militer AS mengirim pembom tempur B-1B kembali ke Laut Timur Selasa (3/11/2020). Jet tersebut merupakan pembom konvensional supersonik jarak jauh, yang dimiliki AS sejak 1985.
LIhat juga: Joe Biden Makin Dekati Angka 270, Trump Bakal Keok?
Menurut Express, operasi itu kemungkinan bertujuan memblokir gangguan yang mungkin dilakukan Korut ke pemilu AS. Pembom B-1B dikatakan medarat persis di seberang pangkalan Sinpo Korut, yakni di Misawa, Jepang.
"Bomber itu terbang bersama Boeing EA-18G, sebuah pesawat perang listrik," tulis media itu dikutip Kamis (5/11/2020).
Sebelumnya Korut sempat meluncurkan rudal baru 10 Oktober lalu. Rudal ini jauh lebih besar dari perkiraan banyak analis dan dilengkapi dengan rudal balistik peluncur kapal selam berbahan bakar padat (SLBM) baru.
Menurut Express, Korut memang kerap melakukan tindakan provokatif ke AS menjelang Pemilu. Mulai dari menghina kepala negara, memanggil anggota parlemen individu dan menyarankan pemilih AS mendukung kandidat tertentu.
LIhat juga: Gawat! Ternyata Putin dan Xi Jinping Pemenang Pilpres AS Sesungguhnya, Kok Bisa?
Korut pernah memuji Trump secara terang-terangan di 2016 dan menyebutnya "politisi bijak" dengan "pandangan jauh ke depan". Sebaliknya melalui editorial media pemerintah, Korut menyebut lawan Trump saat itu Hillary Clinton "membosankan".
Dalam catatan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Korut melakukan tindakan provokatif rata-rata 4,5 minggu sebelum atau setelah waktu pemilihan presiden AS. Ini sudah berlangsung 64 tahun.
Studi tersebut mengamati penghinaan yang dibuat oleh negara Kim Jung-Un selama 32 kali pemilu. Provokasi dimulai sejak 1956.
"Ini adalah taktik khas Korea Utara untuk mencoba bernegosiasi dari posisi yang kuat," kata Victor Cha, mantan anggota National Security Council (NSC) AS. (CNBC)
REDAKSI DISCLAIMER KARIR INFO IKLAN LOGO PEDOMAN MEDIA SIBER KONTAK