MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Hujan lebat yang mengguyur Kota Padang sejak beberapa hari terakhir telah memicu bencana banjir masif yang merenggut ketenangan puluhan ribu warga. Kini, mereka harus berhadapan dengan realitas pahit kehilangan tempat tinggal dan harta benda.**
Malam itu, Selasa dinihari (25/11/2025), langit Padang seakan menumpahkan seluruh isinya. Air hujan turun tanpa henti, mengalir deras dari perbukitan, memenuhi sungai-sungai hingga meluap, lalu menyapu permukiman warga. Dalam hitungan jam, genangan berubah menjadi banjir bandang yang mengepung ribuan rumah.
Hendri Zulviton, Kepala Pelaksana BPBD Kota Padang, tidak bisa menyembunyikan keprihatinannya ketika dikonfirmasi oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Padang pada Selasa malam. Suaranya terdengar lelah namun penuh tanggung jawab. “Situasinya sangat memprihatinkan. Air datang begitu cepat, banjir terjadi di mana-mana. Puluhan ribu warga kita ikut menjadi korban,” ujarnya dengan nada prihatin.
Data yang dihimpun Pusat Pengendalian Operasi BPBD Kota Padang menunjukkan angka yang mencengangkan: 27.433 jiwa harus merasakan dampak langsung dari bencana ini. Mereka kehilangan akses jalan, terputus dari bantuan, bahkan ada yang harus mengungsi meninggalkan rumah yang terendam air setinggi dada orang dewasa.
Kecamatan Koto Tangah menjadi wilayah paling parah terdampak. Bayangkan, lebih dari 20.983 warga di kecamatan ini harus berjibaku melawan air yang terus naik. Rumah-rumah mereka kini menjadi kolam raksasa, perabotan mengapung, dan kenangan masa lalu terendam lumpur.
“Koto Tangah memang yang paling berat kondisinya. Hampir seluruh kelurahan di sana terkena banjir,” tambah Hendri dengan nada miris.
Namun, bencana ini tidak hanya melanda Koto Tangah. Wilayah Nanggalo juga turut merasakan amarah alam dengan 2.232 jiwa terdampak. Di Padang Utara, sebanyak 1.486 warga harus rela melihat rumah dan lingkungan mereka berubah menjadi lautan lumpur.
Kecamatan Lubuk Begalung mencatat 893 jiwa terdampak, sementara Pauh dan Kuranji masing-masing melaporkan 741 dan 601 jiwa. Padang Barat, meski relatif lebih sedikit dengan 321 jiwa, tetap merasakan kepedihan yang sama. Padang Timur mencatat 150 jiwa terdampak, dan bahkan wilayah pesisir Bungus Teluk Kabung tidak luput dengan 26 jiwa yang harus menghadapi bencana ini.
Total, sembilan kecamatan di Kota Padang kini tengah berduka. Wajah-wajah lelah terlihat di setiap posko pengungsian, mata berkaca-kaca menatap sisa-sisa kehidupan yang terendam.
Yang lebih memilukan, bencana ini bukan hanya meninggalkan trauma psikologis. Kerusakan fisik yang ditimbulkan sungguh masif. Dua rumah warga dilaporkan hanyut terseret arus banjir—bayangkan, dalam sekejap mata, tempat berlindung sebuah keluarga lenyap tanpa jejak.
Sebanyak 61 rumah mengalami kerusakan kategori sedang, struktur bangunan retak dan sebagian dinding roboh. Tujuh belas rumah lainnya rusak ringan dengan kerusakan pada atap dan pagar. Bahkan sebuah rumah ibadah, tempat warga berlindung dan mencari ketenangan spiritual, juga tidak luput dari kerusakan.
Infrastruktur publik pun tidak terhindar. Dua lokasi jalan mengalami longsor, memutus akses transportasi vital bagi warga. Dua petak sawah, sumber penghidupan petani, rusak berat tertimbun lumpur dan bebatuan. Impian panen yang sudah di depan mata kini sirna dalam semalam.
“Ini data sementara yang kami kumpulkan. Tim kami terus bergerak di lapangan untuk memperbarui informasi terkini tentang kondisi banjir, longsor, dan bencana lain yang mungkin terjadi,” tegas Hendri mengakhiri penjelasannya.
Kini, BPBD Kota Padang bersama instansi terkait bekerja siang malam, melakukan evakuasi, mendirikan posko pengungsian, dan mendistribusikan bantuan logistik. Namun tantangannya tidak ringan—cuaca masih belum bersahabat, dan potensi banjir susulan masih mengancam.
Warga Padang kini hidup dalam ketidakpastian. Mereka bertahan di pengungsian dengan harapan air segera surut dan kehidupan bisa kembali normal. Tapi pertanyaannya: kapan normalitas itu akan kembali?
Bencana ini menjadi pengingat keras bahwa perubahan iklim dan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dapat membawa petaka. Padang, kota yang dikenal dengan keindahan pantainya, kini harus bangkit dari keterpurukan untuk membangun kembali—tidak hanya infrastruktur, tetapi juga harapan puluhan ribu jiwa yang terdampak.






