MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Buya Kijal Atri Tanjung, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumatra Barat, mengetuk hati masyarakat dalam khutbah Jumatnya. Di tengah musibah banjir yang melanda, ia mengajak refleksi mendalam: bencana ini adalah akibat ulah manusia yang menzalimi alam. Inilah seruan lengkapnya untuk bangkit bersama.
MINANGKABAU BANGKIT! – Seruan itulah yang menggema dari mimbar Masjid Taqwa Muhammadiyah Sumatra Barat, Jumat (19/12/2025). Di hadapan jamaah yang sebagian mungkin sedang berduka akibat banjir, Buya Kijal Atri Tanjung, Advokat sekaligus Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumbar, menyampaikan khutbah yang penuh gugatan dan ajakan introspeksi.
Ia membuka dengan mengobarkan semangat khas Minang: gotong royong. “Momentum ini telah bangkit bagi kita untuk membangun kembali semangat gotong royong yang ada pada diri kita,” tegasnya. Kultur tolong-menolong untuk kebajikan (ta’awanu ‘alal birri wattaqwa) harus dihidupkan kembali untuk meringankan beban keluarga korban musibah, sekalipun hanya dengan tenaga dan gagasan.
Namun, Buya Kijal menyampaikan pesan keras: musibah banjir yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan khususnya Sumatra Barat ini bukan sekadar takdir belaka. “Walaupun penyebabnya itu mengundang datangnya musibah itu karena ulah kita sendiri,” ujarnya. Ia menyebut akar masalahnya secara gamblang: illegal logging (penebangan liar) dan tambang ilegal.
“Jujur kita katakan… akar penyebabnya itu adalah illegal logging. Penebangan hutan secara liar, tambang ilegal sehingga terlihat jelas diperlihatkan Allah pada kita,” paparnya. Pengalamannya menyusuri daerah-daerah seperti pinggir Sungai Batanghari membuka mata betapa eksploitasi telah merajalela.
Buya Kijal secara khusus mengkritik alih fungsi hutan besar-besaran dan merajalelanya kebun sawit yang “tidak ramah dengan tanah” karena sangat rakus air, menyebabkan tanah keropos dan longsor. “Makanya di daerah Pariaman itu, jangan sampai terulang sawit, jangan sampai terjadi,” serunya. Ia mengajak beralih ke komoditas yang lebih ramah lingkungan seperti kelapa (karambia puyuh) yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Lebih lanjut, ia mengungkap fakta mencengangkan dari Solok Selatan: “Bukan hanya 1000 rumah gadang, tetapi adalah 1000 ekskavator untuk menambang.” Gambaran ini menegaskan betapa masifnya kerusakan yang terjadi.
Dalam khutbahnya, Buya Kijal mengajak jamaah untuk melakukan muhasabah (introspeksi) akhir tahun, merenungkan perbuatan dan pekerjaan yang telah dilakukan, sebagaimana tertuang dalam Surat Al-Hasyr ayat 18. Pertanyaannya, apakah yang kita kerjakan selama ini membawa kebahagiaan dunia akhirat, atau justru mendatangkan dosa dan kerusakan?
Refleksi ini, lanjutnya, harus menyentuh semua aspek: pertanian, peternakan, perdagangan, hingga politik. Ia mempertanyakan implementasi falsafah Minangkabau Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) di dunia nyata. “Pemilu demi pemilu, sogok-menyogok terus terjadi… Apakah akan kita biarkan seperti itu?” tanyanya. Ia juga mengkritik ekonomi yang dikuasai kapitalis dan mengabaikan Pasal 33 UUD 1945 tentang ekonomi kerakyatan.
Buya Kijal mengingatkan, Allah telah menganugerahkan sumber daya alam yang melimpah ibarat “surga dunia” kepada Sumatra Barat. Namun, karena salah kelola, anugerah itu tak membawa kemakmuran yang merata. “Harusnya orang Sumatera ini sudah menikmati kesejahteraan… Tapi karena tidak dikelola dengan benar, akhirnya tidak dapat mengantarkan masyarakat Sumatera Barat ini menjadi negeri yang adil dan makmur, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” jelasnya.
Di akhir khutbah yang mengalir penuh keteladanan ini, Buya Kijal menegaskan kunci utamanya: berbuat baik kepada sesama dan seluruh makhluk. “Hutan itu tidak boleh dizalimi. Binatang-binatang itu tidak boleh dizalimi oleh manusia… Betapa zalimnya manusia,” tuturnya. Ia mengajak semua pihak untuk tidak menciptakan kegaduhan, kerusuhan, dan konflik, melainkan bersama-sama membangun kolaborasi dan sinergi menghadapi tantangan.
Pesan jelas dari mimbar Jumat itu: Bencana adalah peringatan. Saatnya berhenti menzalimi alam, menghidupkan kembali gotong royong, dan mengimplementasikan nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal ABS-SBK secara nyata untuk pemulihan dan pembangunan yang lebih baik.






