MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Sumatera Barat tengah berduka. Gelombang bencana yang melanda sejak akhir pekan lalu meninggalkan jejak kehancuran di berbagai wilayah. Banjir bandang, tanah longsor, hingga pohon-pohon tumbang menjadi pemandangan yang menyayat hati di Ranah Minang.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah kini tengah menghitung besaran kerusakan. Sekretaris Daerah Provinsi Sumbar, Arry Yuswandi, mengungkapkan bahwa perhitungan awal menunjukkan angka yang fantastis—hampir lima miliar rupiah melayang akibat murka alam yang datang bertubi-tubi.
“Angka ini masih sangat dinamis. Tim kami di lapangan terus bergerak untuk memastikan tidak ada satu pun kerusakan yang terlewat,” ungkap Arry saat ditemui di Padang pada Selasa sore, (25/11/2025).
Bencana bermula saat cuaca ekstrem menggila sejak Sabtu, 22 November. Hujan deras yang mengguyur tanpa henti memicu serangkaian peristiwa mengerikan. Air sungai meluap, tanah di lereng bukit ambruk, dan sejumlah kawasan terendam dalam hitungan jam.
Tiga daerah tercatat sebagai korban terberat: Kabupaten Padang Pariaman, Agam, dan Kota Padang. Namun, daftar korban tak berhenti di sana. Limapuluh Kota, Pesisir Selatan, Pasaman Barat, dan beberapa kabupaten lainnya juga merasakan dampaknya.
Yang membuat situasi semakin rumit, perhitungan kerugian masih jauh dari kata final. Proses asesmen detail masih terus bergulir di lapangan. Setiap hari, laporan kerusakan baru terus berdatangan dari berbagai pelosok.
“Kami membutuhkan data yang akurat dan komprehensif. Ini bukan sekadar soal angka, tapi menyangkut kehidupan ribuan warga yang harus segera pulih,” tegas Sekda.
Sejak detik pertama bencana terjadi, mesin birokrasi Pemprov Sumbar langsung bergerak cepat. Seluruh perangkat daerah dimobilisasi dalam satu komando terpadu. BPBD memimpin garda depan, didukung penuh oleh dinas-dinas teknis, TNI, Polri, hingga pemerintah kabupaten dan kota.
Prioritas utama? Memastikan warga terdampak mendapat bantuan darurat, akses jalan segera terbuka kembali, dan layanan dasar tetap berjalan meski dalam kondisi terbatas.
“Kami bekerja tanpa henti. Jalur distribusi bantuan harus lancar, dan kebutuhan dasar masyarakat tidak boleh terhenti,” kata Arry menegaskan komitmen pemerintah.
Namun, pekerjaan sesungguhnya baru akan dimulai. Begitu kondisi lapangan memungkinkan, tim akan mempercepat pendataan menyeluruh terhadap rumah-rumah warga yang rusak, fasilitas umum yang hancur, lahan pertanian yang terendam, hingga infrastruktur jalan dan jembatan yang porak-poranda.
Data yang valid menjadi kunci. Tanpa angka yang tepat, perhitungan anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi akan meleset. Arry menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin proses pemulihan berjalan lamban atau salah sasaran.
“Pemulihan harus cepat dan presisi. Masyarakat tidak bisa menunggu terlalu lama untuk kembali ke kehidupan normal mereka,” tutupnya dengan nada penuh harap.
Sementara itu, warga di berbagai titik bencana masih bertahan di pengungsian, menanti kepastian kapan mereka bisa pulang dan membangun kembali kehidupan yang sempat luluh lantak ditelan bencana.






