Oleh: Amidhia, Guru SDN 21 Teluk Nibung
Sudah tiga bulan aku belajar di rumah Rasanya bosan menghampiri masa pelajaran daring di rumah, kegiatanku ya hanya belajar, bantu ibu, makan, minum, bermain di sekitar rumah.
Aku sangat rindu sekolah. Aku ingin bertemu dan belajar bersama Bu guru dan teman-teman. Meski kadang aku sebal dan menangis karena diganggu teman, tapi aku tetap kangen mereka.
Dengan Bu guru pun aku rindu. Aku kangen saat diajari materi pelajaran yang sangat sulit, menghafal huruf abjad. Ya… aku termasuk siswa yang tidak pintar.
Oleh Bu guru aku diberi pelajaran berbeda. Maklum aku belum bisa membaca. Huruf abjad saja tidak begitu hafal.
Bu guru dengan telaten mengajakku menghafal huruf abjad a sampai z. Itupun tidak sekaligus. Setiap lima huruf aku hafal dengan benar, baru ditambah lagi dengan huruf berikutnya.
Meski pelajaranku seperti itu, aku kadang bosan. Aku malas menulis ulang huruf-huruf yang kuhafal. Akibatnya aku lupa dan harus mengulang hafalanku.
Aku tahu Bu guru sangat kesal. Bu guru capek. Mengajariku dan teman-teman sekelas yang pelajarannya berbeda.
Terkadang saat Bu guru baru mengajariku, teman-teman menghampiri Bu guru. Mereka bertanya tentang soal yang sulit mereka kerjakan, sedangkan aku yah…masih ee nol.
Kalau sudah begitu, Bu guru menjawab pertanyaan mereka terlebih dahulu. Saat seperti itu aku punya kesempatan mengistirahatkan tanganku yang pegal.
“Dava, ayo ditulis lagi hurufnya. Kok malah begitu,” Bu guru memandangiku dengan wajah cantiknya.
Wajah Bu guru terlihat lelah. Aku tersenyum. Bu guru ikut tersenyum juga.
Dava, kamu capek nak?”
Aku tersenyum lagi.
“Ya udah, Dava istirahat dulu. Bu guru mengajar teman-teman lainnya dulu ya…”
Aku mengangguk. Aku senang. Aku bisa beristirahat. Kuletakkan kepala di atas mejaku dan tertidur dikelas.
Sekarang aku masih di rumah. Tetapi ibuku bilang, Bu guru memberiku tugas. Tugasnya bukan menghafal huruf.
Aku hanya diberi tugas untuk bercerita tentang kegiatanku selama belajar bersama ibu di rumah. Kalau teman-teman harus menulis. Sedang aku boleh bercerita lisan.
Aku sebenarnya bingung mau cerita apa.
“Bu guru bilang, ceritanya sebisanya, nak,” ibu membesarkan hatiku.
Meski begitu, aku masih bingung juga. Karenanya.
Aku bingung untuk melanjutkan ceritaku. Aku mencoba mengingat-ingat apa yang kulakukan di rumah.
Aku menangis.
“Bu guru, aku lupa…”
Andai Bu guru tahu isi hati ku, apakah Bu guru marah atau tidak. Tapi aku ingat, kalau aku lupa, Bu guru menatapku dan bertanya, “kamu lupa lagi?”
Aku mengangguk dan tersenyum. Lalu Bu guru juga tersenyum. Jadi kuanggap Bu guru tidak marah padaku.
Aku melihat senyum buk guru menjadi rindu untuk semangat kesekolah.
(Cerpen ini aku ambil disaat melihat siswa kelas satu bersama guru yang dirindukannya)