Buya Dr. Gusrizal: “Ketika Kritik Disamakan dengan Mata Lalat”

  • Whatsapp

Oleh: Buya Dr. H. Gusrizal Gazahar, Lc., MA — Ketua Umum MUI Sumatera Barat

Dalam sebuah testimoni yang beredar luas dan bahkan ditayangkan oleh media yang mendapat dukungan dari kementerian, saya membaca dengan getir bagaimana mereka yang menyampaikan kritik terhadap penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M diibaratkan “melihat dengan mata lalat”. Sebaliknya, mereka yang memberikan pujian disebut “melihat dengan mata lebah”.

Perumpamaan ini bukan hanya sembrono, tapi juga jauh dari adab dan akhlak yang semestinya menjadi panduan pejabat publik di negeri ini—terlebih dalam urusan yang menyangkut ibadah dan pelayanan umat. Mengapa kritik, yang lahir dari harapan besar dan proses panjang, harus dibalas dengan perendahan?

Apakah karena “hidung tuan-tuan sedang tersumbat”, maka tak mampu lagi mencium bau kegagalan? Dan karena itulah, mata lalat yang mencium busuk lebih dulu dianggap gangguan, bukan peringatan?

Padahal, semua kritik itu muncul karena janji-janji manis yang telah disampaikan sebelumnya. Masyarakat, terlebih para calon jemaah haji, telah menyimpan harapan besar bahwa sistem haji tahun ini akan lebih tertata, lebih manusiawi, dan lebih sesuai dengan semangat pelayanan tamu Allah. Ketika harapan itu tidak sepenuhnya terwujud, maka wajar bila suara-suara kecewa bermunculan.

Pujian, tentu saja, patut diberikan bila ada perbaikan. Tapi jangan dilupakan bahwa bagian-bagian yang berhasil itu bukan pula kerja bakti sukarela. Ia dibayar, dibiayai oleh anggaran, dan digerakkan dengan sumber daya yang disiapkan melalui proses panjang. Maka, terlalu dini dan terlalu pongah jika keberhasilan sebagian dianggap menutupi kegagalan yang nyata di bagian lain.

Pemerintah dan seluruh pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan haji harus menyadari bahwa kritik adalah bagian dari cinta. Ia bukan racun yang harus dimusuhi, tetapi cermin untuk bercermin. Jangan terburu-buru menuding bahwa semua yang mengkritik adalah mereka yang hanya bisa mencari-cari cela. Sebab bisa jadi, justru mereka itulah yang sedang berjuang menjaga amanah.

Tolonglah direnungkan, wahai tuan-tuan yang terhormat. Bila hari ini kritik tak lagi diterima dengan kepala dingin, bila kritik dianggap sebagai serangan personal, maka negeri ini sedang berjalan mundur, menjauhi adab, akal sehat, dan semangat demokrasi.

Related posts