MINANGKABAUNEWS.com, BUKITTINGGI – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya Dr. H. Gusrizal Gazahar Datuak Palimo Basa, menjelaskan bahwa perubahan hukum dalam syariat Islam melalui mekanisme nasakh (penghapusan atau penggantian) merupakan karakteristik dari penetapan hukum yang bertahap (tadarruj). Hal ini disampaikan dalam kajian keislaman di Masjid Surau Buya Gusrizal, Kota Bukittinggi, belum lama ini.
Buya Gusrizal mencontohkan nasakh dalam hukum zina, di mana hukuman awalnya berupa kurungan diganti dengan cambuk 100 kali atau rajam bagi yang sudah menikah. Meski demikian, tidak semua bagian ayat dihapus, seperti ketentuan kesaksian empat orang (syahadah arba’ah) yang tetap berlaku.
“Proses nasakh ini menunjukkan bahwa syariat Islam turun secara bertahap, sesuai firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 106,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menjelaskan nasakh sebagian (takhsis), seperti dalam kasus pahala amal anak yang bisa sampai kepada orang tua yang telah meninggal, meski sebelumnya Surah An-Najm menyatakan manusia hanya mendapat pahala dari usahanya sendiri.
“Ini membuktikan fleksibilitas syariat, selama ada dalil yang menguatkannya,” tegas Buya Gusrizal.
Kajian ini menegaskan bahwa nasakh merupakan bagian dari dinamika hukum Islam, dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan dan kemaslahatan.






