MINANGKABAUNEWS.com, ARTIKEL – Di balik megahnya gedung baru Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat yang berdiri megah di kawasan ABS-SBK Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Padang, tersimpan kisah perjuangan yang menyentuh hati. Siapa sangka, lembaga yang kini memiliki kantor representatif senilai Rp24 miliar ini dulunya harus berkantor dengan kondisi yang jauh dari layak—lengkap dengan lobi berantai dan fasilitas toilet yang tidak memadai.
Perjalanan Panjang Menuju Gedung Baru
Senin sore, 29 Desember 2025, menjadi momen bersejarah. Gubernur Sumatera Barat H. Mahyeldi Ansharullah membubuhkan tanda tangannya pada prasasti peresmian gedung MUI Sumbar. Di sampingnya berdiri Ketua Umum MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar Datuak Palimo Basa, dan Wakil Ketua Umum MUI Pusat, Buya Anwar Abbas—menyaksikan puncak dari perjuangan panjang yang dimulai tujuh bulan sebelumnya.
Peletakan batu pertama dilakukan pada Rabu, 16 Mei 2025, juga oleh Gubernur Mahyeldi. Proyek yang didanai APBD Provinsi Sumbar senilai Rp24 miliar ini rampung dalam waktu record—hanya tujuh bulan—dan selesai tepat pada 12 Desember 2025.
Dedikasi Luar Biasa Ketum MUI Sumbar Buya Gusrizal
Yang membuat kisah ini semakin inspiratif adalah dedikasi Buya Gusrizal Gazahar yang tidak pernah sekalipun absen memantau pembangunan. Bahkan setelah meninjau dan menyalurkan bantuan kepada korban banjir di Batu Busuak pada Senin, 15 Desember 2025, beliau masih menyempatkan diri melihat setiap jengkal progress gedung MUI Sumbar.
“Buya tidak pernah absen meninjau. Setiap jengkal pembangunan beliau ikuti,” ungkap seorang sumber yang dekat dengan proyek ini.
Pidato Bersejarah: Mengemban Amanah Pewaris Nabi
Dalam pidato peresmian yang penuh makna, Buya Gusrizal tidak hanya berbicara tentang gedung fisik. Beliau mengingatkan kembali hakikat peran ulama dalam Islam melalui dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits yang mendalam.
Empat Posisi Strategis Ulama
Mengutip ayat-ayat suci, Ketum MUI Sumbar Buya Gusrizal menekankan bahwa Allah SWT menempatkan ulama di garda terdepan dalam empat posisi strategis:
1. Dakwah (Da’wah)
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?’” (QS. Fussilat: 33)
2. Amar Ma’ruf Nahy Mungkar
Menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran—tugas yang menjadikan umat ini sebagai “khairu ummah” (sebaik-baik umat) yang dikeluarkan untuk manusia.
3. Tazkiyyatul Qulub / Tarbiyyah Ruhiyyah
Pembersihan jiwa dan pendidikan spiritual. “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).
4. Saksi Ketauhidan (Witness of Monotheism)
Allah mempersaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, begitu pula para malaikat dan ulul ilmi (orang-orang yang berilmu)—sebuah kedudukan mulia yang disejajarkan dengan Allah dan malaikat-Nya.
Lima Tugas Mendasar sebagai Pewaris Nabi
Buya Dr. Gusrizal kemudian menguraikan lima tugas mendasar ulama sebagai pewaris para nabi, mengutip hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Darda:
1. Pembawa Risalah (Messengers of the Message)
Ulama adalah pembawa pesan-pesan Ilahi, melanjutkan estafet para nabi dalam menyampaikan kebenaran kepada umat.
2. Penjaga Risalah (Guardians of the Message)
“Ilmu ini akan dibawa oleh orang-orang adil dari setiap generasi, mereka menafikan darinya penyelewengan orang-orang bodoh, pengakuan palsu orang-orang bathil, dan takwil (interpretasi yang salah) dari orang-orang yang berlebihan.”
3. Qudwah / Uswah (Role Models)
Ulama harus menjadi teladan, bukan seperti lampu yang menerangi orang lain namun membakar dirinya sendiri—sebuah peringatan keras bagi mereka yang mengajarkan kebaikan namun tidak mengamalkannya.
4. Riasatul Ummah (Leadership of the Ummah)
“Orang-orang beriman itu lemah lembut dan mudah (dipimpin), seperti unta yang jinak—jika dituntun akan mengikuti, jika dibawa akan menurut.”
5. Saksi atas Manusia (Witnesses over Humanity)
Di hari kiamat, umat Muhammad akan menjadi saksi bahwa para rasul telah menyampaikan risalah mereka—sebuah tanggung jawab besar yang diemban ulama sebagai representasi umat.
Pesan Persatuan: Ukhuwwah Al-Sabiqin Al-Awwalin
Bagian paling menyentuh dari pidato Buya Gusrizal adalah pesannya tentang persatuan. Beliau mengutip QS. Al-Anfal ayat 63:
“Dan Dialah yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Beliau mengingatkan agar para ulama dan aktivis dakwah tidak terjebak dalam perpecahan, mengutip ayat tentang persahabatan di akhirat:
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa” (QS. Az-Zukhruf: 67).
Hikmah dari Ibn Abbas
Buya Gusrizal juga mengutip perkataan Abdullah bin Abbas yang sangat dalam:
“Hubungan kekerabatan (rahim) dapat terputus, nikmat dapat dikufuri, tetapi kita tidak melihat sesuatu yang seperti kedekatan hati. Allah berfirman: ‘Seandainya kamu menginfakkan semua yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah yang mempersatukan mereka.’”
Ibn Abbas menegaskan: “Sesungguhnya ikatan kekerabatan dapat terputus, nikmat dapat dikufuri, namun jika Allah telah mendekatkan hati-hati, tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkannya.”
Transformasi dari Kondisi Memprihatinkan
Pesan Buya Gusrizal semakin bermakna ketika mengingat kondisi MUI Sumbar sebelumnya. “Saat ini MUI tidak lagi menghadapi lobi yang dirantai di depan kantor maupun surat ‘pengusiran’ hingga ruangan dan toilet yang tidak representatif,” ungkap beliau.
Gedung baru ini bukan sekadar bangunan fisik bernilai Rp24 miliar. Ini adalah simbol penguatan peran ulama dan konsolidasi dakwah di Sumatera Barat—sebuah investasi untuk masa depan pembinaan umat.
Konteks National Leadership dan Peran MUI
Peresmian gedung MUI Sumbar ini juga menjadi refleksi pentingnya lembaga keagamaan dalam konteks Indonesia modern. Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, peran ulama sebagai pembimbing spiritual dan moral bangsa menjadi semakin krusial.
Kehadiran Buya Anwar Abbas dari MUI Pusat menunjukkan bahwa pencapaian MUI Sumbar ini bukan hanya prestasi regional, tetapi juga menjadi inspirasi bagi MUI di daerah lain di seluruh Indonesia.
Religious Scholars dan Modernitas
Gedung baru MUI Sumbar membuktikan bahwa Islamic organizations di Indonesia mampu beradaptasi dengan kebutuhan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai fundamental. Fasilitas yang representatif akan memudahkan para ulama dalam menjalankan tugas-tugas mereka—dari kajian keagamaan (religious studies) hingga fatwa yang dibutuhkan masyarakat.
Lebih dari Sekadar Gedung
Peresmian gedung MUI Sumatera Barat pada 29 Desember 2025 adalah bukti nyata bahwa dengan komitmen, dedikasi, dan dukungan pemerintah daerah yang kuat, transformasi positif dapat terwujud dalam waktu singkat.
Dari lobi berantai hingga gedung megah Rp24 miliar, dari fasilitas tidak representatif hingga kantor modern yang layak—perjalanan MUI Sumbar adalah inspirasi bagi semua lembaga keagamaan di Indonesia.
Yang terpenting, seperti pesan Buya Gusrizal dalam pidatonya: gedung ini harus menjadi markas persatuan ulama dalam membimbing umat, bukan sekadar bangunan fisik. Karena sejatinya, “hati-hati adalah tempat bersatunya atau bercerai-berainya, dan jika hati-hati bersatu atau bercerai, maka anggota tubuh dan amal perbuatan akan mengikutinya.”
Semoga gedung MUI Sumbar menjadi pusat keberkahan, persatuan, dan pencerahan bagi masyarakat Sumatera Barat khususnya, dan Indonesia pada umumnya.






