MINANGKABAUNEWS.com, PAYAKUMBUH – Di balik tembok sederhana sebuah rumah di Jalan Kiwi, tersimpan cerita tentang keikhlasan yang menggetarkan hati. Setiap pagi, sebelum matahari benar-benar merangkak naik, lantunan ayat suci sudah memecah keheningan Kelurahan Kapalo Koto Dibalai. Inilah Rumah Quran Ummi Empi Wirda—sebuah nama yang kini menjadi legenda kecil di Payakumbuh Utara.
Nyonya Empi Wirda tidak mewariskan rumahnya untuk anak cucu. Ia memilih jalan lain: mewakafkannya ke Persyarikatan Muhammadiyah pada 2023. Keputusan yang mungkin terdengar ekstrem bagi sebagian orang, namun baginya, ini adalah “investasi langit” yang nilainya tak akan pernah tergerus inflasi dunia.
Sejak Juni 2025, rumah itu resmi beroperasi sebagai pusat pembelajaran Al-Quran. Dan hasilnya? Antusiasme warga mengalir deras, melampaui ekspektasi siapa pun.
Ahad, 21 Desember 2025, menjadi hari bersejarah. Di Masjid Ansarullah Muhammadiyah, Ustadz Dr. H. Irwandi Nashir—Ketua PDM Kota Payakumbuh—meresmikan program ini dengan penuh khidmat. Baginya, wakaf Nyonya Empi bukan sekadar derma biasa.
“Ini adalah amal jariyah sejati. Selama rumah ini digunakan untuk mengajarkan Al-Quran, pahalanya akan terus mengalir, bahkan setelah beliau tiada,” kata Ustadz Irwandi, suaranya bergetar penuh emosi.
Rumah Quran ini kini berada di bawah naungan Majelis Dikdasmen dan Pendidikan Nonformal Muhammadiyah, menjamin standar pengajaran yang tidak main-main.
Ustadz Adi Satriadi, sang Mudir, masih ingat betul hari pertama mereka membuka kelas. Hanya delapan orang yang datang. Beberapa di antaranya adalah ibu-ibu paruh baya yang malu mengaku belum lancar membaca Al-Quran.
“Saya lihat ketulusan mereka. Ada yang sampai menangis saat pertama kali berhasil membaca ayat dengan benar,” kenang Adi.
Kini, ceritanya berbeda. Rumah wakaf itu menampung 32 peserta yang terbagi dalam dua kelas:
Kelas Talaqqi (Dewasa) – 16 peserta yang dengan rendah hati mengakui keterbatasan mereka dan bersemangat memperbaiki bacaan. Tak ada kata terlambat untuk belajar.
Kelas Tahfizh (Remaja) – 16 anak muda penuh semangat yang menargetkan menghafal satu juz setiap tahunnya. Mereka tidak sekadar menghafal, tapi benar-benar memahami dan menjaga kualitas hafalan melalui proses tasmi’ (ujian hafalan) yang ketat.
Di era di mana segala sesuatu serba digital dan instan, Rumah Quran ini memilih jalan yang berbeda. Mereka menggunakan metode talaqqi—cara tradisional di mana santri duduk berhadapan langsung dengan guru, menyimak, menirukan, dan mengulang hingga sempurna.
“Kami tidak terburu-buru. Yang penting mutqin—kuat dan berkualitas. Bukan sekadar cepat selesai,” tegas Adi Satriadi.
Proses murojaah (mengulang hafalan) dan imtihan (ujian) dilakukan secara berkala. Setiap santri harus melewati penguji kompeten sebelum naik ke juz berikutnya.
Payakumbuh, yang dijuluki Kota Randang, memang terkenal dengan kulinernya. Namun kini, ada “rasa” lain yang mulai menyebar: rasa haus akan spiritualitas dan literasi kitab suci.
Rumah Quran Ummi Empi Wirda membuktikan bahwa di tengah gempuran modernitas, masih ada ruang bagi hal-hal yang sakral. Dari sebuah bangunan sederhana di RT 001/RW 004, cahaya literasi Quran kini menerangi sudut-sudut kota dengan lembut namun pasti.
Setiap ayat yang dilantunkan di sana adalah doa yang dipanjatkan untuk seorang wanita mulia yang memilih berbagi, bukan menimbun. Nyonya Empi Wirda mungkin tidak pernah membayangkan bahwa rumahnya akan menjadi surga kecil bagi banyak orang yang haus akan cahaya ilahi.





