MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Debat putaran kedua Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) 2024 telah berlangsung pada Selasa (19/11/2024) malam di Hotel Truntum, Padang. Acara ini menjadi debat terakhir sebelum pemungutan suara, memberikan kesempatan bagi pasangan calon (Paslon) untuk memaparkan visi, misi, dan program kerja, serta membahas isu strategis, seperti mitigasi deforestasi.
Ketua KPU Sumbar, Surya Efitrimen, berharap debat ini mampu memberikan pengetahuan tambahan kepada masyarakat terkait visi, misi, dan program yang diusung masing-masing Paslon. “Harapannya, debat ini menjadi referensi penting bagi pemilih dalam menentukan pilihan di TPS,” ungkap Surya.
Debat yang mengangkat tema “Transformasi Ekonomi, Pengelolaan Sumber Daya Alam, dan Infrastruktur Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Rakyat” ini berlangsung selama 120 menit dan terbagi dalam enam segmen, meliputi pembukaan, penyampaian visi-misi, pendalaman program, sesi tanya jawab, hingga pernyataan penutup.
Pada sesi pembahasan mitigasi deforestasi, Paslon nomor urut 2, Epyardi Asda dan Ekos Albar, menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap perizinan pemanfaatan hutan.
“Kami akan meninjau ulang dan mengevaluasi perizinan yang berdampak pada kerusakan lingkungan, seperti perambahan hutan dan tambang,” ujar Epyardi. Ia juga menambahkan rencana penguatan infrastruktur dan sumber daya manusia untuk menghadapi risiko bencana seperti banjir.
Ekos Albar menambahkan bahwa reforestasi atau penanaman kembali hutan akan menjadi fokus utama mereka. “Kami akan menjaga hutan tetap asri dengan konsisten melaksanakan reforestasi,” katanya.
Paslon nomor urut 1, Mahyeldi dan Vasko Ruseimy, menanggapi dengan pendekatan berbeda. Menurut Mahyeldi, perlindungan kawasan hutan tidak hanya cukup dengan pengawasan, tetapi juga harus melibatkan pemberdayaan masyarakat sekitar. “Melalui skema perhutanan sosial, masyarakat bisa memanfaatkan hutan untuk budidaya, perkebunan, dan pariwisata,” jelasnya.
Mahyeldi juga memaparkan bahwa Sumatera Barat memiliki lebih dari 300.000 hektar perhutanan sosial, terbesar di Indonesia. “Selain menekan deforestasi, perhutanan sosial juga mendorong pemerataan ekonomi bagi masyarakat,” katanya. Ia menegaskan bahwa program ini dirancang untuk kepentingan rakyat, bukan pihak tertentu.
Debat berlangsung dinamis dengan kedua Paslon saling melontarkan gagasan dan kritik terhadap program masing-masing, memberikan masyarakat perspektif yang lebih luas dalam menentukan pilihan.