Desak Presiden Terbitkan Perppu, Mahasiswa FH UM Sumbar Gelar Aksi Tolak Kenaikan PPN 12 Persen di Bukittinggi

  • Whatsapp
Ratusan mahasiswa Fakultas Hukum UM Sumbar gelar aksi damai tolak PPN 12 Persen di Bukittinggi. (Foto: Humas BEM UM Sumbar)

MINANGKABAUNEWS.COM, BUKITTINGGI – Penolakan terhadap kebijakan pemerintah pusat terkait rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal tahun 2025 menuai protes dari berbagai kalangan di Sumatera Barat.

Teranyar, aksi protes dan penolakan dilakukan ratusan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UM Sumbar), dengan cara menggelar aksi damai di depan Kantor DPRD dan Patung Monumen Bung Hatta Kota Bukittinggi, Senin (30/12).

“Ini bentuk kegelisahan kita sebagai unsur masyarakat di Sumbar terkait dampak negatif dari kebijakan yang akan semakin membebani masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah,” kata Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Dimas Arif Pratama, melalui siaran pers yang diterima media ini.

Aksi tersebut diiringi pengawalan ketat dari puluhan personil aparat kepolisian dari Polres Bukittinggi. Para mahasiswa berpendapat, kenaikan PPN 12 persen akan memperburuk keadaan ekonomi rakyat Indonesia ke depan.

Dalam orasinya di depan DPRD Kota Bukittinggi, para mahasiswa menyampaikan aspirasi mereka dan berharap agar kebijakan tersebut dapat dibatalkan karena hanya akan menambah penderitaan rakyat.

Selain melakukan orasi ilmiah, mahasiswa dalam aksinya juga sempat menyampaikan aspirasinya lewat pembacaan puisi oleh salah satu mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Vath de Reiner.

Puisi yang ditulis sendiri oleh mahasiswa tersebut mengangkat tema penolakan terhadap kenaikan PPN 12 persen dan menggambarkan keresahan serta penderitaan yang dirasakan oleh masyarakat akibat kebijakan tersebut.

Dalam penyampaiannya, mahasiswa mendesak Presiden Prabowo Subianto dapat segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) guna membatalkan kebijakan tersebut. Keputusan tersebut dinilai sangat rasional, mengingat Perppu merupakan hak prerogatif presiden.

Sebagai penutupan aksi, seluruh peserta aksi melakukan penghormatan bersama di depan Patung Monumen Bung Hatta, sebagai simbol rasa kecewa mereka terhadap kondisi sosial dan ekonomi yang ada saat ini.

Tindakan ini juga menjadi bentuk penghormatan kepada pahlawan bangsa, Bung Hatta, yang dikenal sebagai pejuang kemerdekaan dan pemikir yang sangat peduli terhadap kesejahteraan rakyat.

“Dengan penghormatan tersebut, kita ingin menyampaikan bahwa mereka merasa sangat prihatin dengan kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat, serta berharap agar para pengambil kebijakan dapat mendengar dan merespons aspirasi rakyat dengan bijaksana,” tutur Dimas, diamini ratusan mahasiswa lainnya.

Aksi damai ini menunjukkan keteguhan hati mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat dalam menyuarakan kepentingan rakyat.

“Kita berharap pemerintah akan mendengarkan suara mereka dan segera mengambil langkah yang tepat untuk membatalkan kebijakan kenaikan PPN yang dirasa tidak adil dan memberatkan rakyat,” harapnya.

Aksi yang digelar penuh semangat oleh kalangan mahasiswa itu berakhir dengan damai. Dari berbagai aksi yang dilakukan, para mahasiswa mengaku ingin menyampaikan pesan penting, agar pemerintah mengedepankan kepentingan rakyat dalam setiap kebijakan yang diambil.

Ketua DPRD Kota Bukittinggi pun menyambut baik kedatangan mahasiswa dan secara tegas menyatakan sikapnya untuk menolak kenaikan PPN 12 persen. Beliau menyadari bahwa kebijakan tersebut akan menambah beban ekonomi.

Secara terpisah, Direktur LKBH Fakultas Hukum UM Sumbar, Jasman Nazar, yang menginisiasi kegiatan bersama Ormawa juga menegaskan, seluruh aksi yang dilaksanakan elemen mahasiswa di hampir sebagian besar wilayah Indonesia merupakan bentuk keprihatinan serta kepedulian dari masyarakat yang seharusnya menjadi teguran bagi pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan.

“Pemerintah sejatinya lebih mempertimbangkan banyak hal, khususnya perputaran roda ekonomi saat ini yang akan semakin hancur nantinya akibat kenaikan PPN 12 persen,” imbuh Jasman, akademisi yang juga praktisi hukum tersebut.  (akg/rel)

Related posts