Di Usia 108 Tahun, Aisyiyah Dorong Ketahanan Pangan Berbasis Desa dan Luncurkan Rencana Re-Kontruksi RSU Aisyiyah Padang

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Organisasi perempuan Islam tertua di Indonesia, ‘Aisyiyah, menandai milad ke-108 dengan mendorong transformasi desa berbasis ketahanan pangan dan penguatan peran perempuan dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam pidato kunci yang disampaikan di Auditorium Gubernuran Sumatera Barat, Ketua PW ‘Aisyiyah Sumbar, Dr. Syur’aini, menegaskan bahwa “desa adalah titik tolak ketahanan nasional.”

Mengangkat tema “Memperkokoh Ketahanan Pangan Berbasis Desa Qaryah Thayyibah Menuju Ketahanan Nasional,” Aisyiyah mengusung pendekatan yang memadukan nilai Islam, literasi pangan, dan pemberdayaan perempuan. “Kami percaya, membangun bangsa tidak bisa dari pusat ke pinggiran. Harus dimulai dari keluarga, dari rumah, dari desa. Dan perempuan memegang peran sentral di sana,” ujar Syur’aini di hadapan lebih dari 600 peserta dari seluruh kabupaten/kota di Sumbar.

Pidato tersebut mencuat di tengah meningkatnya kekhawatiran nasional terhadap ketahanan pangan. Berdasarkan laporan Global Food Security Index 2022, Indonesia berada di posisi ke-69 dari 113 negara. Sementara pada tahun 2023, Indonesia menempati urutan ketiga dunia sebagai penghasil sampah makanan terbesar—mencapai 69 juta ton, dan lebih dari 41% di antaranya berasal dari sisa makanan rumah tangga (SIPSN 2022).

“Ketahanan pangan bukan hanya soal suplai. Ini soal pola pikir, soal pendidikan, soal budaya konsumsi yang bertanggung jawab. Dan literasi tentang pangan—terutama bagi ibu rumah tangga—masih rendah,” jelas Syur’aini. Menurutnya, isu pangan kini menyentuh banyak aspek: dari kesehatan keluarga, keberlanjutan lingkungan, hingga kemandirian ekonomi masyarakat.

Aisyiyah sejak 2012 telah mempromosikan konsep Qaryah Thayyibah, yakni desa ideal yang menerapkan nilai-nilai Islam secara kaffah—baik dalam hubungan vertikal (dengan Allah), horizontal (dengan sesama), maupun ekologis (dengan alam). Konsep ini terinspirasi dari QS. Saba’:15 dan QS. Al-A’raf:96 yang menggambarkan keberkahan atas negeri-negeri yang beriman dan bersyukur.

“Dari keluarga sakinah akan lahir masyarakat Qaryah Thayyibah, dan dari desa yang baik akan lahir negara yang kuat: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” tegasnya.

Salah satu program unggulan Aisyiyah adalah Gerakan Lumbung Hidup Aisyiyah (GLHA). Inisiatif ini mendorong pemanfaatan pekarangan rumah untuk budidaya tanaman pangan, peternakan kecil, dan pengolahan hasil pangan lokal. Program ini tidak hanya bertujuan memenuhi kebutuhan dapur, tetapi juga mendorong diversifikasi pangan dan pendapatan rumah tangga.

Aisyiyah juga menekankan pentingnya digitalisasi produk olahan lokal agar menjangkau pasar yang lebih luas, termasuk melalui platform e-commerce. “Kami ingin perempuan desa tidak hanya menanam, tetapi juga mengemas dan menjual, menjadi pelaku ekonomi yang strategis,” ujar Syur’aini.

Selain pangan, Aisyiyah mendorong koperasi sebagai alat pemberdayaan ekonomi perempuan. Dengan menjadikan masyarakat sebagai pemilik koperasi, Aisyiyah berharap bisa mempercepat tumbuhnya ekosistem ekonomi alternatif yang inklusif.

Mengakhiri pidatonya, Dr. Syur’aini mengumumkan soft launching rencana pembangunan kembali Rumah Sakit Umum Aisyiyah (RSUA) Padang, yang ditayangkan melalui video singkat. Rumah sakit ini ditargetkan menjadi pusat pelayanan kesehatan perempuan dan anak di Sumatera Barat, sekaligus menjadi wujud nyata dakwah kemanusiaan Aisyiyah di bidang kesehatan.

“Kami mohon doa dan dukungan semua pihak agar pembangunan RSUA ini menjadi amal jariyah kita bersama,” ujarnya.

Organisasi Perempuan Islam Terbesar

Didirikan pada 19 Mei 1917, Aisyiyah kini telah berusia lebih dari satu abad. Sebagai bagian dari Persyarikatan Muhammadiyah, Aisyiyah telah membangun ratusan sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan lembaga pemberdayaan perempuan di seluruh Indonesia. Di usia ke-108 ini, organisasi tersebut memperkuat narasi bahwa perempuan bukan sekadar pelengkap pembangunan, melainkan penggerak utama transformasi bangsa.

“Kerja dakwah tidak pernah libur,” pungkas Syur’aini. “Selama masih ada ketimpangan, kemiskinan, dan ketidakadilan, Aisyiyah akan terus melangkah.”

Related posts