MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Air mata belum kering, bencana datang lagi. Inilah gambaran pilu yang dialami warga Kelurahan Lambuang Bukik, Kecamatan Pauh, Kota Padang. Dalam rentang waktu kurang dari sebulan, kawasan ini telah tiga kali digempur banjir bandang yang menghancurkan segalanya.
Tragedi bermula pada 25 November 2025. Banjir bandang pertama menyapu permukiman warga dengan kekuatan yang mengerikan. Belum sempat warga memulihkan diri dari trauma, tiga hari kemudian—28 November 2025—bencana serupa kembali datang dengan amarah yang lebih besar. Kali ini, keganasannya berlipat ganda, menghancurkan apa yang tersisa dari serangan pertama.
Seolah belum cukup, Minggu 14 Desember 2025, banjir bandang kembali mengepung kawasan yang sama. Ketiga bencana ini meninggalkan luka mendalam: 22 rumah hanyut terseret arus deras, dan 130 jiwa terpaksa mengungsi tanpa tempat berlindung. Nagari Batu Busuk dan Kapalo Koto menjadi wilayah yang paling parah menerima dampak kehancuran.
Bukan Azab, Tapi Ujian dari Allah
Di tengah kepedihan yang menyelimuti para korban, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya Gusrizal Gazahar dan relawan, hadir membawa pesan spiritual yang menenangkan. Dengan suara penuh empati, beliau menegaskan bahwa bencana yang menimpa Sumatera Barat, khususnya Kelurahan Batu Busuk, bukanlah azab melainkan ujian dari Yang Maha Kuasa.
“Hadapilah dengan sabar dan tingkatkan ibadah. Bersyukurlah atas nikmat yang masih diberikan kepada kita,” ujar Buya Gusrizal saat menyambangi lokasi bencana, Senin (15/12).
Pemimpin spiritual ini tidak datang dengan tangan hampa. Memahami bahwa setiap keluarga memiliki kebutuhan yang berbeda, MUI Sumbar berinisiatif menyalurkan bantuan tunai langsung kepada 50 kepala keluarga (KK) korban banjir bandang.
“Sebenarnya kami mau memberikan sembako. Namun kami pikir bapak-ibu yang lebih tahu kebutuhannya masing-masing. Makanya MUI berinisiatif menyalurkan uang tunai,” jelas Buya Gusrizal ketika menyerahkan bantuan di depan Mushalla Ubudiyah Kelurahan Lambung Bukik, Padang.
Sungai Kritis, Ancaman Masih Mengintai
Kunjungan Buya Gusrizal tidak hanya untuk menyalurkan bantuan. Beliau juga melakukan peninjauan langsung ke Sungai Batu Busuk yang menjadi sumber bencana berulang. Kondisi yang dilihatnya sangat mengkhawatirkan.
“Sungai ini perlu segera dinormalisasi karena akan mengikis jalan dan sekolah. Pemerintah harus segera melakukan pengerukan sedimentasi dan membangun tanggul di pinggir sungai supaya tidak terjadi abrasi,” tegas Buya Gusrizal dengan nada serius, Senin siang.
Pernyataan ini bukan tanpa dasar. Endapan lumpur dan material yang menumpuk telah mempersempit aliran sungai, sementara tebing-tebingnya semakin terkikis. Jika tidak segera ditangani, bencana serupa bahkan yang lebih besar bisa terulang kapan saja.
Kedatangan rombongan MUI Sumbar disambut dengan tangis haru oleh puluhan penyintas banjir bandang. Mereka yang kehilangan segalanya merasakan kehangatan kemanusiaan di tengah kesulitan yang menghimpit.
Ibar (60), salah seorang penyintas, tak kuasa menahan air matanya saat menerima bantuan. Dengan suara bergetar, ia mengungkapkan rasa syukur yang mendalam.
“Terima kasih Buya Gusrizal dan MUI. Anak dan menantu saya terpisah karena bencana ini. Kami benar-benar kehilangan segalanya,” ucap Ibar sambil mengusap air mata yang terus mengalir.
Kisah Ibar adalah cerminan dari ratusan keluarga lain yang kini hidup dalam ketidakpastian. Mereka tidak hanya kehilangan harta benda, tetapi juga kehilangan rasa aman di kampung halaman sendiri.
Harapan di Tengah Reruntuhan
Bencana beruntun yang melanda Kelurahan Lambuang Bukik menjadi pengingat keras tentang pentingnya mitigasi bencana dan infrastruktur yang tangguh. Bantuan yang diberikan MUI Sumbar menjadi secercah harapan bagi para korban untuk bangkit kembali.
Namun, bantuan darurat saja tidak cukup. Diperlukan solusi jangka panjang berupa normalisasi sungai, pembangunan tanggul penahan, sistem peringatan dini, dan relokasi pemukiman di kawasan rawan bencana.
Warga Lambuang Bukik kini menatap langit dengan harap-harap cemas. Mereka berdoa agar tidak ada lagi banjir bandang yang datang, sambil menanti tindakan nyata dari pemerintah untuk melindungi mereka dari ancaman bencana yang terus mengintai.






