MINANGKABAUNEWS.com, PADANG PANJANG — Di kaki Gunung Marapi yang sejuk dan syahdu, ratusan santri Pesantren KAUMAN Muhammadiyah Padang Panjang menyatukan langkah dalam perhelatan akbar Milad ke-64 Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Sabtu (26/7). Perayaan yang digagas oleh Pimpinan Ranting IPM Pesantren KAUMAN ini tak hanya menyuguhkan pertunjukan seni dan ekspresi, melainkan juga memancarkan semangat kolaboratif yang menjadi ciri khas gerakan pelajar Muhammadiyah.
Tamu-tamu dari berbagai penjuru Sumatra Barat, termasuk jajaran Pimpinan Wilayah IPM Sumbar dan Pimpinan Daerah IPM Pabasko, memenuhi aula utama pesantren sejak pagi. Dalam suasana yang khidmat namun penuh semangat, acara dibuka dengan penampilan tari kolosal yang melibatkan 100 santri—sebuah pentas gerak dan warna yang merayakan keberagaman budaya, disatukan dalam bingkai nilai-nilai pesantren.
Di tengah riuh tepuk tangan para hadirin, Ketua PR IPM Pesantren KAUMAN, M. Nur Hakim, naik ke panggung. Dalam pidato reflektifnya, ia menekankan bahwa Milad ini lebih dari sekadar seremoni tahunan. “IPM bukanlah tempat untuk berhenti, tapi ruang untuk menempa diri. Di sinilah karakter ditumbuhkan, potensi digali, dan semangat kontribusi disemai,” ujarnya, lugas namun menyentuh.
Apresiasi datang dari berbagai pihak, termasuk perwakilan PW IPM Sumbar, Sailendra Gusnan, yang menggarisbawahi pentingnya semangat kolektif dan inovasi pelajar dalam menjawab tantangan zaman. “Kreativitas adalah nafas IPM. Dan hari ini kita menyaksikannya dengan penuh kebanggaan,” katanya.
Wakil Mudir Pesantren KAUMAN Bidang SDM dan Humas, Ustadz Surya Bunawan, MA., dalam sambutannya menegaskan bahwa IPM memiliki peran strategis dalam membangun generasi pelajar yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga kokoh secara spiritual dan sosial. “IPM adalah laboratorium kaderisasi. Di sini nilai-nilai Muhammadiyah bersemai dalam jiwa pelajar,” ucapnya.
Setelah rangkaian sambutan, panggung seni dibuka. Tiap penampilan menggambarkan wajah IPM yang dinamis dan multitalenta.
PIK R Qowiyyun Amiin tampil dengan drama bertema kesehatan mental—mengangkat isu yang kerap terpinggirkan di lingkungan pelajar, namun sangat relevan dan menyentuh.
Markaz Tahfidz Quran Haroun El Ma’any menggetarkan ruang dengan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dalam beragam Qira’at, memamerkan kedalaman spiritual santri dalam keindahan bacaan.
KKR Rufaidah menggabungkan pesan lingkungan dalam bentuk drama musikal—mengedukasi sekaligus menghibur dengan kesegaran khas remaja.
KAUMAN Language Center (KLC) memperlihatkan penguasaan multibahasa melalui dialog interaktif dalam beberapa bahasa asing, memperkuat identitas global santri tanpa meninggalkan akar nilai lokal.
Kemeriahan yang berlangsung tidak hanya menjadi panggung ekspresi, tetapi juga ajang pembuktian bahwa pelajar Muhammadiyah, di usia IPM yang ke-64 ini, semakin matang dalam berkiprah. Masing-masing organisasi otonom menampilkan kontribusinya dalam warna berbeda—tapi semuanya bermuara pada semangat dakwah, ilmu, dan amal.
Acara ditutup dengan harapan yang menggema dari seluruh penjuru ruangan: bahwa IPM tidak sekadar menjadi organisasi pelajar, tapi sebuah gerakan yang terus menyalakan bara perubahan. Dalam kata-kata pamungkas Sailendra Gusnan, “IPM harus senantiasa menjadi pelopor peradaban—yang tak hanya bersinar di sekolah dan pesantren, tapi juga menginspirasi masyarakat dan bangsa.”
Dan ketika langit mulai merona senja, para santri melangkah pulang dengan dada yang hangat—karena mereka tahu, IPM bukan hanya tentang masa lalu yang telah ditempuh, melainkan tentang masa depan yang hendak mereka taklukkan bersama.






