Gedung Sekolah Miring Diterjang Banjir, Bantuan 1,2 Ton Beras Mengalir: Aksi Heroik Pesantren KAUMAN yang Bikin Haru

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, SOLOK — Air mata hampir jatuh ketika Ustadz Regi memandangi gedung dua lantai yang dulunya menjadi kebanggaan MTs Muhammadiyah Saniang Baka. Bangunan itu kini miring, retak, dan tak layak digunakan. Seminggu setelah banjir bandang menghantam Nagari Saniang Baka pada 27 November lalu, luka masih terasa segar. Namun di tengah duka, secercah harapan datang dari Padang Panjang.

Pagi itu, sebuah rombongan dari Pesantren KAUMAN Muhammadiyah Padang Panjang memulai perjalanan menuju lokasi bencana. Bukan kunjungan biasa. Mereka membawa misi kemanusiaan yang telah disiapkan dengan gotong-royong: 670 kilogram beras dan 1.650 butir telur itik. Angka yang tidak main-main, hasil patungan dari donatur, alumni, santri, hingga para guru yang tergerak hatinya.

Read More

Ustadz Insan Adha Hasibuan, sang komandan lapangan sekaligus Ketua Kantor Layanan Lazismu Pesantren KAUMAN, mengungkapkan fakta mengejutkan. “Dalam seminggu terakhir saja, kami sudah menyalurkan total 1,2 ton beras untuk korban banjir bandang,” ungkapnya dengan nada penuh syukur. “Ini baru awal. Agenda berikutnya kami sedang menjajaki cara menyalurkan bantuan ke Agam yang juga terdampak.”

Sesampainya di MTs Muhammadiyah Saniang Baka, suasana hening sejenak. Para guru berdiri di halaman yang masih becek, menatap gedung yang dulunya penuh dengan riuh tawa para siswa. Kini hanya tersisa bangunan miring yang mengancam rubuh.

Tim dari Pesantren KAUMAN tidak hanya datang dengan karung-karung beras. Mereka juga membawa makanan siap santap untuk makan siang para pendidik. Sebuah gesture sederhana yang ternyata memiliki makna mendalam—pengakuan atas dedikasi para guru yang tetap bertahan meskipun tengah berduka.

“Bencana ini menghancurkan salah satu gedung utama kami,” Ustadz Regi, Kepala Madrasah, bercerita dengan suara yang sesekali bergetar. “Gedung itu tidak bisa digunakan lagi untuk sementara. Kami tidak tahu kapan bisa membangun kembali. Tapi bantuan seperti ini memberikan kami kekuatan untuk tidak menyerah.”

Setelah penyerahan bantuan, rombongan diajak melihat langsung kondisi gedung yang rusak. Apa yang terlihat melampaui deskripsi dalam laporan. Fondasi bergeser, dinding retak memanjang, lantai miring dengan kemiringan yang kasatmata. Ini bukan sekadar kerusakan ringan yang bisa diperbaiki dalam hitungan hari. Ini adalah kehancuran yang membutuhkan rekonstruksi total.

Dr. Derliana, MA, Mudir Pesantren KAUMAN, berdiri di antara puing-puing harapan yang tersisa. Dengan suara yang mantap namun penuh empati, beliau menyampaikan kata-kata yang kemudian menjadi judul berita ini: “Pesantren KAUMAN hadir bukan hanya dengan bantuan material, tetapi juga dukungan moril. Kami berdoa, InsyaAllah bangunan yang rusak ini akan Allah ganti dengan yang jauh lebih baik.”

Kalimat sederhana itu seperti menyuntikkan harapan baru. Para guru yang sebelumnya terlihat lesu, kini mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Ada yang menyeka air mata, ada yang berjabat tangan dengan erat, ada yang hanya tersenyum penuh arti.

Perjalanan belum selesai. Konvoi solidaritas berlanjut ke Pesantren Muhammadiyah Saniang Baka yang juga terdampak. Di sana, Ustadz Yudi Harzi, Sekretaris Badan Pembina Pesantren, menyambut dengan wajah yang mencerminkan kelegaan campur haru.

“Dalam kondisi seperti ini, kehadiran kalian adalah cahaya,” ucapnya sambil memeluk perwakilan dari Pesantren KAUMAN. “Bantuan ini bukan hanya soal beras dan telur. Ini adalah pesan bahwa kami tidak sendirian. Ada saudara-saudara yang peduli, yang mau repot-repot datang dari Padang Panjang ke sini.”

Moment paling mengharukan terjadi ketika Syaikh Ibrahim memimpin doa. Dalam sunyi, puluhan orang berdiri melingkar. Doa untuk kesabaran, untuk pemulihan cepat, untuk agar ujian ini menjadi jalan menuju kebaikan yang lebih besar. Beberapa orang terlihat menghapus air mata saat mendengar lafal-lafal doa yang diucapkan dengan khusyuk.

Acara ditutup dengan makan siang bersama para guru di Pesantren Muhammadiyah Saniang Baka. Di tengah kesederhanaan hidangan, tercipta kehangatan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Guru dari dua pesantren berbincang, berbagi cerita, saling menguatkan.

Sebelum pulang, mereka berfoto bersama. Dalam jepretan kamera itu, terabadikan lebih dari sekadar wajah-wajah yang tersenyum. Terabadikan semangat ukhuwah, solidaritas tanpa pamrih, dan keyakinan bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan.

Angka 1,2 ton beras mungkin terdengar teknis. Tapi di balik angka itu ada ratusan tangan yang mengumpulkan uang, puluhan orang yang mengemas bantuan, dan sekelompok relawan yang rela meninggalkan rutinitas untuk menempuh perjalanan ke lokasi bencana.

Ini bukan sekadar program tanggap darurat yang akan terlupakan dalam sebulan. Ini adalah langkah awal untuk memastikan pendidikan di Saniang Baka tidak mati. Bahwa anak-anak akan tetap bisa belajar. Bahwa guru-guru akan tetap memiliki semangat mengajar. Bahwa gedung yang miring hari ini akan tegak kembali esok hari—mungkin dengan bentuk yang lebih kuat, lebih megah, lebih bermakna.

Seperti yang diucapkan Dr. Derliana: Allah akan mengganti dengan yang lebih baik. Dan bantuan ini adalah bagian dari proses penggantian itu. Bukan karena manusia yang luar biasa, tapi karena kasih sayang Sang Pencipta yang bekerja melalui tangan-tangan yang tulus. (TR)

Related posts