“Gus Terpisah dan Gus Tersambung”: Menakar Makna Silsilah dan Akhlak

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Tidak semua orang yang menyandang gelar “Gus” adalah keturunan langsung seorang kyai besar. Hal ini tentu benar, sebagaimana dicontohkan oleh Buya Dr. Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa, Ketua Umum MUI Sumatera Barat.

Buya Gusrizal menjelaskan bahwa dirinya bukanlah anak seorang kyai, tetapi berasal dari keluarga dengan akar religius yang kuat. Dari garis ayah, beliau adalah cucu seorang guru ngaji kampung bernama Rabain. Nama lengkap beliau adalah Gusrizal bin Gazahar bin Rabain. Sementara itu, dari pihak ibu, beliau juga memiliki silsilah ke seorang ulama lokal, Buya Faqih Adam, yang pernah aktif di surau Batu Karak Halaban, Koto Baru.

Namun demikian, Buya Gusrizal menegaskan bahwa kebanggaan terhadap silsilah keluarga tidaklah cukup tanpa diiringi dengan keindahan ucapan dan keelokan perbuatan. Warisan leluhur akan kehilangan maknanya jika tidak ditunjukkan dalam bentuk amal dan akhlak yang luhur.

Mengutip Pesan Rasulullah SAW

Refleksi ini mengingatkan kita pada sebuah sabda Nabi Muhammad SAW:

“Apabila kamu hendak mendirikan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak berpisah. Janganlah kamu mengatakan suatu perkataan yang akan kamu sesali. Dan kumpulkan rasa keputusasaan dari apa yang ada di tangan orang lain.” (HR. Ibnu Majah)

Pesan Nabi ini menekankan pentingnya ibadah dengan kesungguhan seolah-olah itu adalah ibadah terakhir. Selain itu, menjaga ucapan agar tidak memunculkan penyesalan dan menghindari ketergantungan pada apa yang dimiliki orang lain adalah prinsip yang sangat mulia dalam kehidupan.

Kesimpulan

Dalam pesan reflektifnya, Buya Gusrizal mengajak setiap individu untuk tidak hanya menghormati silsilah keluarga, tetapi juga menjadikan kebanggaan atas para pendahulu sebagai motivasi untuk terus memperbaiki amal dan akhlak. Sesungguhnya, kemuliaan hidup terletak pada bagaimana seseorang dapat membawa manfaat bagi orang lain, bukan semata-mata pada kebesaran nama leluhurnya.

Dengan menjadikan akhlak dan amal sebagai landasan kehidupan, setiap individu mampu membawa kebanggaan bagi para leluhur, bukan hanya melalui garis keturunan, tetapi juga lewat keindahan perbuatan. Buya Gusrizal mengajak setiap orang untuk tidak sekadar mengenang keagungan leluhur, melainkan menjadikannya sebagai inspirasi dalam menciptakan kebermanfaatan bagi sesama.

Related posts