MINANGKABAUNEWS.com, PADANG PANJANG – Langit kelam dan hujan lebat seolah ingin menguji kebersamaan keluarga besar Pesantren KAUMAN Muhammadiyah. Namun, siapa sangka, justru di tengah guyuran hujan itulah gelak tawa, tepuk tangan, dan kehangatan persaudaraan meluap-luap di Aula AR St Mansur.
Perayaan Hari Guru Nasional 2025 kali ini berbeda. Bukan sekadar seremonial kaku dengan pidato formal, melainkan sebuah perayaan yang memanusiakan para pendidik—lengkap dengan puisi menyentuh, penampilan band spontan, hingga lomba kuliner yang bikin suasana makin cair.
Di tengah riuh rendah acara, Dr. Derliana, MA., selaku Mudir Pesantren KAUMAN, menyampaikan amanat penting dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pesan tahun ini berfokus pada tiga tonggak fundamental yang harus diperkuat oleh setiap pendidik: integritas yang tajam, kompetensi yang kokoh, dan kesejahteraan yang layak.
“Guru bukan sekadar orang yang berdiri di depan kelas. Mereka adalah agen perubahan, penjaga nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan. Dukungan kita kepada mereka adalah investasi untuk Indonesia yang lebih baik,” ujar Ummi Mudir dengan tegas namun penuh kehangatan.
Pesan ini sontak disambut anggukan dan aplaus dari para hadirin. Di era yang serba cepat dan penuh tantangan, peran guru memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka bukan hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan karakter dan membentuk peradaban.
Setelah sesi formal, acara bergeser ke momen yang lebih santai namun tak kalah berkesan. Ustadz Januar Efendi membuka sesi hiburan dengan pembacaan puisi yang begitu menghayati hingga beberapa santri terlihat meneteskan air mata. Dilanjutkan oleh Ustadz Yuhaldi dengan gaya penyampaian yang berbeda namun sama kuatnya.
Tak disangka, para ustadz yang biasanya serius mengajar, tiba-tiba naik ke panggung membawa gitar dan drum. Penampilan band dadakan ini langsung disambut sorak-sorai. Lagu demi lagu dibawakan dengan penuh semangat, mengubah aula menjadi panggung konser mini yang meriah.
Puncaknya, Ustadz Teguh tampil solo membawakan lagu bertema ibu. Suaranya yang merdu dan penuh emosi membuat seluruh aula hening sejenak, sebelum akhirnya larut dalam kenangan dan kerinduan. Beberapa guru terlihat menyeka air mata, sementara para santri ikut terhanyut dalam irama dan lirik yang menyentuh kalbu.
Jika sebelumnya suasana haru dan khidmat, maka lomba kreasi Teh Telur benar-benar menghadirkan gelak tawa tanpa henti. Guru-guru yang biasanya berwibawa di kelas, kini sibuk mengocok telur, menyeduh teh, dan saling bercanda agar racikan mereka jadi yang terbaik.
Minuman khas Sumatera Barat ini memang sederhana, tapi di tangan para peserta lomba, proses pembuatannya jadi begitu menghibur. Ada yang terlalu banyak menuang gula, ada yang lupa mengocok telur hingga sempurna, dan ada pula yang begitu serius sampai lupa bahwa ini hanya lomba santai.
Lomba ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga upaya pesantren mempertahankan budaya lokal di tengah arus modernisasi. Teh Telur, yang mungkin asing bagi sebagian orang, kini kembali dikenalkan kepada generasi muda santri dengan cara yang menyenangkan.
Sebagai simbol syukur dan penghargaan, sebuah tumpeng megah dipotong bersama-sama. Nasi kuning yang harum semerbak itu kemudian dibagikan kepada seluruh guru sebagai wujud terima kasih atas dedikasi yang tak terhitung nilainya.
Acara ditutup dengan sesi foto bersama yang riuh rendah. Para guru, mudir, dan santri berdesakan, tertawa, dan saling merangkul—mengabadikan momen kebersamaan yang mungkin hanya terjadi setahun sekali.
Hujan di luar masih belum reda, tapi kehangatan di dalam aula sudah cukup menjadi pengingat: bahwa apresiasi kepada guru tidak perlu menunggu cuaca cerah, tidak perlu serba mewah, cukup dengan ketulusan dan penghargaan yang tulus dari hati.
Pesantren KAUMAN Muhammadiyah Padang Panjang sekali lagi membuktikan, pendidikan yang berkualitas dimulai dari penghargaan terhadap pendidiknya. Dan di sinilah, di tengah hujan, tawa, dan tumpeng, peradaban terus dibangun. (TR)






