Ilmuwan Mintarsih Dituduh Racuni Peserta HUT Blue Bird, Ada Apa di Balik Tuduhan Ini?

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA — Tuduhan terhadap dr. Mintarsih A. Latief, seorang psikiater sekaligus mantan direksi PT Blue Bird Taxi, kian menyeret perusahaan transportasi ternama itu ke pusaran konflik internal. Terbaru, Mintarsih dituding mencoba meracuni ratusan peserta acara ulang tahun perusahaan. Tuduhan yang disebut pihak kepolisian sebagai ganjil—dan tidak didukung bukti.

“Saya pernah dituduh hendak meracuni para tamu hanya berdasarkan pengakuan sepihak dari beberapa anak buah. Padahal pengakuan mereka pun saling bertentangan. Tidak ada satu pun bukti yang menunjukkan saya membawa atau menebarkan racun,” kata Mintarsih kepada wartawan, Senin, (7/7/2025).

Saat itu, Mintarsih masih menjabat sebagai salah satu direktur dan ikut hadir dalam perayaan resmi perusahaan. Namun, menurutnya, tuduhan tersebut tak masuk akal. “Bagaimana mungkin saya bisa membawa racun dalam acara formal seperti itu? Bahkan saya selalu diawasi ketat,” katanya.

Di balik tuduhan itu, tersimpan konflik yang lebih besar: perebutan kekuasaan dan aset perusahaan. Mintarsih menyebut nama Purnomo Prawiro—tokoh sentral Blue Bird, serta istri dan putrinya—sebagai pihak yang berupaya menguasai saham dan harta Mintarsih. Ia mengklaim, tekanan dan intimidasi dialami tidak hanya oleh dirinya, tetapi juga sejumlah pemegang saham lainnya.

“Beberapa pemegang saham lain mengalami kekerasan fisik. Ada yang dipukuli. Bahkan ada yang nyaris tewas,” katanya. “Saya salah satu yang berhasil menyelamatkan diri.”

Mintarsih kini menghadapi gugatan bernilai fantastis: Rp140 miliar. Gugatan itu meliputi tuntutan pengembalian gaji, THR, dan tuduhan pencemaran nama baik. Gugatan diajukan langsung oleh Purnomo secara pribadi—bukan oleh perusahaan melalui RUPS, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perseroan Terbatas.

Ia pun merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2601K/Pdt/2021 yang menurutnya janggal. Dalam salinan putusan, sejumlah bukti yang dianggap membuktikan adanya perbuatan melawan hukum, seperti surat-surat internal perusahaan dan laporan kepolisian, justru tidak relevan. “Bukti P-1 sampai P-30 sebagian besar bukanlah bukti tindakan melawan hukum,” katanya.

Misalnya, Bukti P-8 hanyalah sertifikat deposito miliknya yang ditarik sendiri oleh Mintarsih. Sementara Bukti P-9 hingga P-13 adalah laporan kepolisian atas peristiwa yang terjadi lebih dari 14 tahun lalu dan telah ditolak oleh kepolisian karena tak ditemukan unsur pidana.

“Ada yang aneh. Bukti racun katanya ada, tapi tidak ada korban, tidak ada yang dirawat di rumah sakit. Polisi pun akhirnya tidak memproses karena laporan itu tidak masuk akal,” ujarnya.

Sementara itu, harga saham PT Blue Bird (kode: BIRD) dalam beberapa bulan terakhir dikabarkan terus melemah. Beberapa analis menyebut konflik internal yang mencuat ke publik sebagai salah satu pemicu hilangnya kepercayaan pasar.

Mintarsih sendiri bukan sosok sembarangan. Ia meraih gelar magister kedokteran jiwa dari Universitas Indonesia dengan predikat cum laude, aktif sebagai konsultan WHO dalam bidang kesehatan jiwa, dan sempat menjabat sebagai Mental Health Advisor sementara untuk badan dunia tersebut. Aktivitasnya membawanya keliling dunia dengan paspor dinas ke berbagai negara: Swiss, Ghana, India, Belanda, Inggris, hingga Malaysia.

Namun, di balik segala gelar dan prestasinya, Mintarsih menduga bahwa tekanan terhadapnya bukan hanya soal jabatan dan uang. “Saya ini juga aktif menolak tambang dan penjualan pulau-pulau di Raja Ampat,” ujarnya. “Saya menduga suara saya yang paling nyaring itulah yang ingin dibungkam.”

Kini, melalui tim kuasa hukumnya, Mintarsih sedang mempersiapkan gugatan balik. Ia menyebut proses hukum yang dihadapinya sebagai bentuk abuse of power—penggunaan kewenangan hukum untuk menekan dan melenyapkan hak seseorang dalam perusahaan.

“Ini bukan sekadar konflik bisnis. Ini upaya sistematis untuk membungkam kebenaran,” kata kuasa hukum Mintarsih.

Sementara Blue Bird belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan ini. Purnomo dan perwakilan hukum perusahaan juga belum dapat dimintai komentar.

Konflik ini masih jauh dari selesai. Satu hal yang pasti, kisruh internal perusahaan transportasi legendaris ini telah menjelma menjadi pertarungan hukum, moral, dan kuasa yang menguras publikasi serta kepercayaan publik.

Related posts