MINANGKABAUNEWS, TEKNOLOGI — Pandemi virus corona (Covid-19) yang belum berakhir tak membuat keberlangsungan usaha dari perusahaan pendukung pertahanan negara berhenti dan terus berjalan untuk memenuhi keamanan suatu negara.
Seperti di Amerika Serikat (AS), sebagaimana yang dilaporkan oleh Defense News, tercatat enam dari 10 perusahaan pertahanan AS terbesar mengalami lonjakan kinerja keuangan sebesar 6% lebih menjadi US$ 11 miliar dari tahun fiskal 2019.
Tak hanya AS, China juga masuk ke dalam 10 besar daftar perusahaan pendukung pertahanan negara yang tumbuh pesat pada tahun lalu.
Pandemi telah membuat aktivitas setiap orang terpaksa harus online. Hal itu juga berlaku untuk komunitas keamanan nasional.
Selama era konflik zona abu-abu, perang informasi, dan serangan siber ini, seringkali terasa seperti tidak ada kata berhenti, bagi para pekerja di sektor pertahanan negara.
Pada saat yang sama, daftar tahun ini menandai perubahan signifikan lainnya dalam perubahan industri.
Daftar tahun ini mencakup lebih dari 20 nama perusahaan baru. Sebagian dari itu karena adanya merger pada musim panas lalu. Seperti, Raytheon Technologies, perusahaan hasil dari merger antara United Technologies Corporation dan Raytheon Company.
Beberapa tambahan baru tersebut disebabkan oleh pendekatan yang lebih agresif Defense News untuk mencari informasi tentang pendapatan pertahanan dari perusahaan di seluruh dunia atau dari perusahaan yang diabaikan atau yang sebelumnya tidak ditemukan angka pendapatannya.
Mayoritas 10 besar perusahaan tersebut berhasil memperoleh pendapatan pertahanannya hingga lebih dari US$ 10 miliar hingga lebih dari US$ 60 miliar.
Dari ke-10 perusahaan pendukung pertahanan negara di atas, mayoritas ditempati oleh perusahaan-perusahaan AS. Sementara sisanya merupakan perusahaan dari China dan Inggris.
Lockheed Martin, perusahaan pendukung pertahanan AS yang memimpin pada tahun lalu, di mana pendapatan pertahanan perseroan mencapai US$ 62,56 miliar atau setara dengan Rp 907 triliun (kurs Rp 14.500/US$), naik 11% dari periode tahun 2019 sebesar US$ 56,61 miliar.
Raytheon Technologies, perusahaan pertahanan baru atas hasil merger pun berhasil menduduki posisi ke-3 pada tahun 2020, dengan perolehan pendapatan pertahanan sebesar US$ 42 miliar atau setara dengan Rp 609 triliun.
Sementara itu, perusahaan maskapai khusus pertahanan negara asal China, Aviation Industry Corporation of China (AVIC) menduduki posisi ke-6, dengan perolehan pendapatan pertahanan mencapai US$ 25,47 miliar atau Rp 369 triliun, naik 2% dari periode 2019 sebesar US$ 25,08 miliar.
Namun, perusahaan pendukung pertahanan negara asal Indonesia, yakni PT Pindad (Persero) tidak masuk ke dalam 10 besar tersebut, bahkan Pindad juga tidak masuk ke dalam 100 perusahaan pendukung pertahanan negara versi Defense News.
Laporan keuangan 2019 Pindad mencatat, pendapatan Pindad mencapai Rp 3,39 triliun, dengan laba bersih Rp 101,07 miliar, dan perolehan kontrak Rp 7,31 triliun dan aset Rp 6,89 triliun.