Ir. M. Shadiq Pasadigoe: “Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak adalah Darurat Kemanusiaan”

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, TANAH DATAR — Di tengah meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumatera Barat, Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Ir. M. Shadiq Pasadigoe, SH., MM, menyerukan aksi kolektif lintas lembaga, adat, dan agama untuk memutus rantai kekerasan yang kian mengkhawatirkan.

Dalam agenda Kunjungan Daerah Pemilihan (Kundapil) di Tanah Datar, politisi senior yang duduk di Komisi III DPR RI itu menyebut gelombang kasus pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, hingga pembunuhan yang melibatkan perempuan dan anak sebagai “darurat kemanusiaan yang tidak boleh dinormalisasi.”

> “Ini bukan hanya soal rumah tangga atau persoalan internal keluarga. Ini soal hak hidup, hak dilindungi. Jika kita membiarkannya, maka kita semua ikut bersalah,” tegas Shadiq di hadapan tokoh masyarakat, pemuka adat, dan kelompok perempuan.

Shadiq menilai kehadiran negara di akar rumput masih jauh dari cukup. Salah satu langkah strategis yang ia dorong adalah penguatan peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) hingga ke tingkat daerah.

“Korban sering kali merasa takut, malu, dan tak punya tempat untuk bersandar. Kita harus memastikan LPSK hadir lebih dekat, lebih cepat, dan lebih sigap,” ujarnya.

Tak hanya itu, mantan Bupati Tanah Datar dua periode ini juga mendesak agar pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dipercepat dan tidak tersandera tarik-menarik politik.

“Sudah terlalu lama korban menunggu keadilan. Kita butuh kerangka hukum yang kuat untuk memberi rasa aman dan sanksi tegas bagi pelaku,” kata Shadiq.

Menariknya, Shadiq tak hanya berbicara dari sudut pandang hukum positif. Ia menyentuh akar kultural dan nilai spiritual yang telah lama menjadi perekat sosial masyarakat Minangkabau.

“Islam, adat, dan konstitusi sepakat bahwa perempuan dan anak harus dilindungi. Jika semua sistem nilai ini kita hidupkan, maka Sumatera Barat bisa jadi pionir perlindungan perempuan dan anak berbasis budaya dan agama.”

Shadiq mengutip Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, ayat suci QS. An-Nisa: 9, dan sabda Nabi Muhammad SAW tentang pentingnya memperlakukan keluarga dengan baik. Ia juga mengangkat filosofi adat Minangkabau yang menjunjung perempuan sebagai “Limpapeh Rumah Gadang”, penjaga kehormatan dan tumpuan martabat keluarga.

“Petuah adat kita menyebut: anak dipangku, kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan. Ini adalah sistem perlindungan sosial yang sangat kuat jika dijalankan.”

Mengakhiri kunjungan, Shadiq menekankan bahwa pembiaran terhadap kekerasan adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur bangsa.

“Kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan soal politik. Ini soal nurani. Kita tak cukup hanya marah di media sosial. Kita harus bergerak, mengadvokasi, dan melindungi mereka yang paling rentan,” tegasnya.

Pesan Shadiq menggema di tengah kecemasan publik akan lonjakan kasus kekerasan, sekaligus mengingatkan semua pihak — dari pemangku kebijakan hingga masyarakat adat — bahwa perlindungan perempuan dan anak adalah fondasi dari peradaban yang beradab.

Related posts