“Jangan Ada Lagi Keluhan Pupuk Langka!” Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Gelar Bimtek di Padang, Ungkap Rahasia Distribusi Pupuk Bersubsidi

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – “Kita tidak kekurangan pupuk secara nasional!” Pernyataan tegas ini meluncur dari Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman saat menggelar Bimbingan Teknis Tata Kelola Pupuk Bersubsidi di Kota Padang, Sumatera Barat. Dengan kapasitas produksi nasional mencapai hampir 14 juta ton per tahun, pertanyaan besar menggelayut: mengapa petani masih sering mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi di musim tanam?

Jawabannya ternyata bukan soal jumlah, melainkan sistem. Dalam kegiatan yang digelar di Aula Politeknik Aisyiyah Sumbar ini, terungkap fakta mengejutkan tentang kesenjangan distribusi, akurasi penyaluran, dan keadilan yang masih menjadi momok dalam tata kelola pupuk bersubsidi di Indonesia.

Read More

Acara yang dihadiri ratusan petani dari berbagai kecamatan di Kota Padang, perwakilan PT Pupuk Indonesia Holding Company beserta anak perusahaannya (Petrokimia Gresik, Pupuk Kaltim, dan Pusri Palembang), Dinas Pertanian, distributor pupuk, hingga warga Aisyiyah peduli pertanian ini menjadi ajang pembedahan masalah distribusi pupuk yang selama ini menjadi keluhan klasik para petani.

Tenaga Ahli Alex Indra Lukman, Farid Anshar Alghifari, dalam sambutannya menegaskan bahwa pupuk bersubsidi merupakan jantung produktivitas pertanian nasional yang harus dikelola dengan baik agar benar-benar menyentuh kebutuhan petani kecil.

“Masalahnya adalah bagaimana distribusinya, akurasinya, dan keadilannya di lapangan. Pemerintah telah menaikkan alokasi pupuk bersubsidi menjadi 9,55 juta ton tahun 2025, tapi tetap harus kita kawal agar benar-benar sampai ke petani yang berhak,” ungkap politisi PDIP asal Padang ini dengan tegas.

Yang lebih mengkhawatirkan, Alex Indra Lukman menyoroti adanya kesenjangan yang sangat besar antara kebutuhan pupuk petani dan alokasi subsidi pemerintah. Data dari Kementerian Pertanian mengungkapkan fakta yang cukup mengejutkan: kebutuhan pupuk nasional mencapai sekitar 23 juta ton, sementara alokasi subsidi hanya sekitar 9 juta ton.

Artinya, ada gap atau kesenjangan sebesar 14 juta ton yang harus dipenuhi oleh petani dengan cara lain. Ini bukan angka yang kecil dan berpotensi membebani petani kecil yang justru menjadi target utama program subsidi pemerintah.

“Hal ini menuntut optimalisasi penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati agar produktivitas tetap terjaga tanpa membebani petani,” jelasnya.

Menghadapi kesenjangan tersebut, Alex Indra Lukman menekankan pentingnya mengembalikan semangat kemandirian dan inovasi pertanian. Pupuk organik seperti Petroganik dan NPK Pelangi harus terus didorong penggunaannya sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan.

“Kita perlu mengembalikan semangat kemandirian dan inovasi pertanian. Pupuk organik seperti Petroganik dan NPK Pelangi harus terus didorong penggunaannya. Ini bukan hanya soal subsidi, tapi keberlanjutan ekosistem pangan kita,” tambahnya dengan penuh semangat.

Pendekatan ini dianggap lebih bijak karena tidak hanya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia bersubsidi, tetapi juga menjaga kesehatan tanah dan keberlanjutan produksi pertanian dalam jangka panjang.

Kegiatan Bimtek yang berlangsung dengan sangat interaktif ini juga menjadi wadah dialog intensif antara produsen pupuk dan pengguna di tingkat lapangan. Para peserta diberikan penjelasan mendetail mengenai mekanisme baru dalam sistem e-RDKK (elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) dan i-Pubers (Integrasi Pupuk Bersubsidi).

Kedua sistem digital ini diharapkan mampu memperbaiki validitas data petani dan mempercepat distribusi pupuk ke tangan yang tepat. Dengan teknologi ini, proses pendataan menjadi lebih akurat, transparan, dan dapat dipantau secara real-time oleh semua pihak yang berkepentingan.

“Sistem berbasis data dan teknologi ini akan memastikan tidak ada lagi praktik-praktik yang merugikan petani. Setiap butir pupuk bersubsidi harus bisa dilacak hingga sampai ke tangan petani yang berhak,” tegas Alex.

Kabar baik datang dari perwakilan PT Pupuk Indonesia yang menyampaikan bahwa perusahaan senantiasa menyiapkan stok pupuk bersubsidi di atas ketentuan minimum pemerintah. Hingga awal Desember 2025, stok nasional tercatat di atas 200 persen dari stok minimum untuk memastikan tidak ada kelangkaan di musim tanam pertama.

Angka 200 persen ini seharusnya menjadi jaminan bahwa tidak akan ada lagi keluhan kelangkaan pupuk. Namun, kembali lagi pada sistem distribusi dan pengawasan yang harus bekerja optimal agar stok yang melimpah ini benar-benar sampai ke petani.

Selain memperkuat aspek teknis distribusi, kegiatan ini juga menekankan pentingnya pengawasan bersama dari semua stakeholder. Alex Indra Lukman mengajak semua pihak, termasuk pemerintah daerah, penyuluh, kelompok tani, dan aparat pengawas untuk menjaga integritas dalam pendistribusian pupuk bersubsidi.

“Jangan ada lagi keluhan pupuk langka di musim tanam. Kita ingin memastikan setiap butir pupuk bersubsidi sampai ke tangan petani yang berhak. Ini bentuk tanggung jawab bersama dalam menjaga ketahanan pangan nasional,” tegasnya dengan penuh komitmen.

Ia juga tidak akan tinggal diam jika praktik-praktik merugikan petani dibiarkan terjadi. “Kami siap mengawal keluhan petani. Ini menyangkut hak dasar petani kita,” ujarnya tegas.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan PT Pupuk Indonesia mendorong Politeknik Aisyiyah Sumbar agar memiliki program studi pertanian. Langkah ini dianggap strategis untuk mencetak tenaga-tenaga ahli pertanian yang paham betul tentang kondisi lapangan dan kebutuhan petani lokal.

Kehadiran prodi pertanian di institusi pendidikan seperti Politeknik Aisyiyah juga diharapkan dapat menjadi jembatan antara dunia akademis, industri pupuk, dan praktik pertanian di lapangan.

Salah satu pernyataan paling menginspirasi datang dari Ketua PW Aisyiyah Sumbar, Dr. Syuraini. Beliau menyatakan bahwa petani seharusnya menjadi “CEO di lahannya sendiri” – sebuah paradigma baru yang mengubah cara pandang terhadap profesi petani.

“Sebuah ajakan untuk melihat petani sebagai pelaku usaha, bukan sekadar buruh tanah. Seorang petani masa kini harus mampu memahami biaya produksi, menghitung margin keuntungan, mengelola risiko gagal panen, dan tentu saja, menjangkau pasar secara mandiri,” jelasnya dengan antusias.

Dr. Syuraini juga mengajak warga Aisyiyah se-Sumatera Barat untuk melek usaha pertanian minimal di rumah masing-masing dalam upaya mendukung ketahanan pangan. “Setiap PCA (Pimpinan Cabang Aisyiyah) ada satu kelompok tani dalam upaya mendukung ketahanan pangan,” katanya.

Dr. Syuraini menekankan bahwa kerja sama yang terjalin selama ini antara Aisyiyah Sumbar dengan Alex Indra Lukman akan terus dikembangkan dan ditingkatkan. Kolaborasi ini dianggap sangat strategis karena menggabungkan kekuatan organisasi masyarakat dengan kewenangan legislatif untuk mengawal kepentingan petani.

“Kami percaya bahwa dengan sinergi yang kuat antara organisasi masyarakat, pemerintah, dan pelaku industri, masalah-masalah klasik pertanian bisa kita selesaikan bersama,” tambah Dr. Syuraini.

Acara yang berlangsung sangat interaktif dengan sesi tanya jawab dan diskusi lapangan antara peserta dan narasumber dari Pupuk Indonesia Group ini menghasilkan banyak masukan berharga dari para petani. Keluhan, harapan, dan solusi dari tingkat lapangan didengar langsung oleh para pengambil kebijakan.

Kegiatan ditutup dengan komitmen bersama untuk memperkuat tata kelola pupuk bersubsidi berbasis data dan teknologi, serta memperluas edukasi kepada petani agar bijak menggunakan pupuk sesuai rekomendasi teknis pertanian.

Dengan stok pupuk yang melimpah, sistem digital yang makin canggih, dan komitmen pengawasan yang kuat, harapan baru mulai terbentuk bagi para petani Indonesia. Pupuk bersubsidi yang selama ini sering menjadi sumber frustrasi karena kelangkaan atau distribusi yang tidak merata, diharapkan bisa menjadi benar-benar jantung produktivitas pertanian nasional.

Namun, kunci utamanya tetap pada implementasi di lapangan. Sistem yang bagus hanya akan bermakna jika benar-benar dijalankan dengan penuh integritas oleh semua pihak yang terlibat dalam rantai distribusi pupuk bersubsidi.

“Ini bentuk tanggung jawab bersama dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Mari kita kawal bersama agar pupuk bersubsidi benar-benar sampai ke tangan petani yang berhak,” tutup Alex Indra Lukman dengan penuh harapan.

Related posts