PAINAN — Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesisir Selatan, Salim Muhaimin, membantah tuduhan adanya arahan atau rekomendasi dari pihak tertentu terkait penyediaan baju batik bagi siswa SD dan SMP di daerah tersebut.
Menurutnya, program pengadaan batik di sekolah-sekolah bukanlah untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, melainkan sebagai langkah untuk mewujudkan keseragaman corak batik khas Pesisir Selatan.
“Kami luruskan, tidak ada instruksi ataupun rekomendasi dari pihak mana pun di luar dinas. Program ini murni inisiatif sekolah-sekolah yang ingin menampilkan ciri khas batik Pesisir Selatan secara seragam,” tegas Salim Muhaimin, Senin (13/10), saat dihubungi melalui ponselnya.
Ia menjelaskan bahwa selama ini corak batik yang digunakan di berbagai sekolah sangat beragam dan belum memiliki identitas khas daerah. Karena itu, muncul gagasan agar setiap sekolah mengenakan motif batik yang mencerminkan budaya dan karakter lokal, namun tetap memberikan kebebasan penuh kepada masing-masing sekolah dalam menentukan penyedia dan proses pengadaan.
“Kami ingin siswa-siswi kita bangga memakai batik yang punya identitas daerah sendiri. Dulu tiap sekolah punya corak berbeda-beda, sekarang kita ingin seragam dalam nuansa khas Pesisir Selatan, tanpa paksaan atau penunjukan penyedia tertentu,” jelasnya.
Salim menegaskan bahwa seluruh proses pengadaan batik berada di bawah kewenangan sekolah sesuai dengan aturan pengelolaan Dana BOS serta prinsip transparansi dalam pengadaan barang dan jasa.
“Dinas hanya memberikan arahan umum tentang pentingnya identitas batik daerah. Sementara pembelian dan pemilihan penyedia sepenuhnya dilakukan oleh sekolah. Tidak ada intervensi dari kami, apalagi dari pihak luar,” ujarnya.
Pernyataan ini menanggapi pemberitaan salah satu media daring yang menyebut nama Lisda Hendrajoni sebagai pihak yang memberikan rekomendasi terhadap penyedia batik sekolah.
“Tidak ada rekomendasi dari Ibu Lisda Hendrajoni maupun siapa pun. Ini murni aspirasi sekolah dan komite agar siswa memiliki batik khas daerah. Kami sangat menyayangkan pemberitaan yang tidak terlebih dahulu mengonfirmasi kepada dinas,” ungkapnya.
Salim juga memastikan bahwa seluruh kegiatan sekolah tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku dan diawasi langsung oleh tim pengawas internal Dinas Pendidikan serta Inspektorat Daerah.
Lebih lanjut, ia mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada isu yang beredar di media sosial tanpa melakukan konfirmasi kepada pihak berwenang.
“Kami menghormati fungsi kontrol media, tapi informasi harus diverifikasi agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Jangan sampai hal baik seperti penguatan identitas budaya malah disalahartikan,” tandasnya.
Ia berharap masyarakat dapat memahami bahwa kebijakan keseragaman batik ini merupakan bagian dari upaya membangun rasa bangga terhadap identitas lokal di kalangan peserta didik.
“Anak-anak kita harus bangga memakai batik yang melambangkan daerahnya sendiri. Ini bukan proyek bisnis, tapi bentuk pembinaan karakter dan budaya lokal,” tutup Salim Muhaimin. (Ronal)






