MINANGKABAUNEWS.com, RELIGI — Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya Dr. Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa, menyampaikan kajian fikih Al-Qulub di salah satu masjid belum lama ini. Kajian tersebut diawali dengan pembacaan Surah Al-Baqarah ayat 112:
“Barang siapa menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat baik, maka baginya pahala di sisi Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”
Dalam kajian ini, Buya Gusrizal menjelaskan bahwa ayat tersebut menegaskan tidak adanya jaminan surga berdasarkan klaim golongan tertentu, seperti yang dinyatakan oleh Bani Israil atau Ahlul Kitab. Allah subhanahu wa ta’ala menolak anggapan tersebut dan menegaskan bahwa surga hanya diperuntukkan bagi siapa saja yang menyerahkan dirinya kepada-Nya dengan ikhlas, berbuat ihsan, dan menjalankan ibadah dengan sungguh-sungguh.
Makna Kesadaran (Yaqazah) dalam Ibadah
Buya Gusrizal melanjutkan pembahasan dengan menjelaskan konsep yaqazah atau kesadaran. Langkah pertama dalam perjalanan menuju Allah ini terkait erat dengan makna mendalam dari kalimat iyyaka na’budu (hanya kepada Engkaulah kami menyembah). Kesadaran di sini diibaratkan sebagai seseorang yang bangun dari tidur panjang kelalaian, menyadari betapa banyak waktu yang telah terbuang tanpa menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah.
Dalam akun youtube Surau Buya Gusrizal, Buya menekankan, kehidupan dunia sering kali menipu manusia dengan kenikmatan fana yang membuat mereka lalai akan akhirat. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Ankabut ayat 64:
“Dan kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan. Sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, jika mereka mengetahui.”
Pentingnya Introspeksi
Kajian ini juga menyoroti pentingnya introspeksi dalam menjalankan ibadah. Setiap Muslim diajak untuk bertanya pada dirinya sendiri: Apakah selama ini ibadah yang dilakukan hanya sebatas rutinitas atau sudah menjadi wujud penghambaan sejati kepada Allah? Apakah kalimat iyyaka na’budu benar-benar tercermin dalam perbuatan sehari-hari?
Buya Gusrizal mengingatkan, hidup di dunia hanyalah persinggahan sementara. Kebahagiaan atau penderitaan duniawi tidak sebanding dengan kenikmatan surga atau azab neraka. Oleh karena itu, beliau mengajak jamaah untuk memanfaatkan sisa waktu hidup dengan memperbaiki ibadah, meningkatkan taqwa, dan meninggalkan kelalaian.
Kesadaran atau yaqazah adalah langkah awal yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Dengan kesadaran tersebut, seseorang dapat memperbaiki amalnya dan menjalani hidup sebagai hamba Allah yang sejati.
Buya Gusrizal menutup kajian dengan mengajak jamaah untuk merenungi kembali makna kehidupan dan mengupayakan penghambaan penuh kepada Allah, sebagaimana tertuang dalam kalimat iyyaka na’budu.
“Semoga kita termasuk golongan yang tersadar dan istiqamah dalam ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala,” tutup Buya Gusrizal.






