Kajian Fikih Ibadah bersama Buya Dr. Gusrizal: Memahami Perintah Menutup Aurat dalam Al-Qur’an

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, BUKITTINGGI – Ketua Umum MUI Sumatera Barat, Buya Gusrizal Dt. Palimo Basa, memberikan kajian mendalam tentang fikih ibadah dengan fokus pada perintah menutup aurat sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan hadis. Kajian ini diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dari Surah An-Nur ayat 31:
A’udzu billahi minasy-syaithanir rajim
Walilmukminati yaghdhudna min absharihinna wa yahfadhna furujahunna… (QS. An-Nur: 31)

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mengarahkan umat Islam, terutama perempuan, agar menjaga pandangan serta menutup aurat. Para ulama menyepakati bahwa setiap perintah kepada Nabi yang tidak memiliki dalil pengkhususan juga berlaku bagi umat Islam secara umum.
Kajian ini menegaskan prinsip dalam ushul fiqh, yakni “Al-Khitab lil Nabi Khitab lil Ummah” (perintah kepada Nabi juga berlaku bagi umat). Selain itu, prinsip “Al-Khitab Liz-Zukur Khitab Lil Inas” menegaskan bahwa meskipun lafaz dalam Al-Qur’an sering kali menggunakan bentuk maskulin, perintah tersebut tetap mencakup perempuan kecuali ada dalil yang mengecualikan.
Dalam bahasa Arab, perbedaan gramatikal antara laki-laki dan perempuan sangat jelas. Contohnya, kata “Idzhab” digunakan untuk laki-laki, sementara “Idzhabi” untuk perempuan. Namun, dalam konteks hukum syariat, perintah dalam bentuk maskulin sering kali tetap berlaku bagi perempuan, seperti dalam perintah mendirikan shalat: Aqimus shalah (dirikanlah shalat), yang tidak terbatas hanya bagi laki-laki tetapi juga perempuan.

Lebih lanjut, Buya menyoroti tafsir ayat mengenai penggunaan khimar (kerudung). Menurut tafsir para ulama, khimar adalah kain yang menutupi kepala, dan dalam ayat ini, Allah memerintahkan agar khimar tersebut diulurkan hingga menutupi bagian dada (juyub). Hal ini menegaskan bahwa busana Muslimah seharusnya tidak hanya menutupi kepala, tetapi juga bagian dada dengan sempurna.
Terkait dengan tren busana Muslimah saat ini, kajian ini mengingatkan bahwa bergaya dalam berpakaian diperbolehkan selama tetap dalam batasan syariat. Prinsip utama yang ditekankan adalah “Boleh bergaya, tapi dalam taat”, yang berarti mode berpakaian harus tetap sejalan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kajian ini juga menyoroti pentingnya pemahaman yang tepat dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Kesalahan dalam memahami bahasa Arab dapat menimbulkan kesalahpahaman, seperti dalam kasus penafsiran kata “Al-Qari’ah” yang sering disalahartikan. Padahal, dalam Al-Qur’an, Al-Qari’ah merujuk pada salah satu nama hari kiamat, bukan sekadar arti harfiah sebagai “pembaca”.
Dengan adanya kajian mendalam ini, diharapkan umat Islam semakin memahami aturan berpakaian yang sesuai dengan syariat serta lebih bijak dalam menyikapi tren busana modern tanpa melanggar ketentuan agama. Kajian ini ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif yang memperkaya pemahaman para peserta mengenai hukum berpakaian dalam Islam.

Related posts