MINANGKABAUNEWS.com, BUKITTINGGI – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Dr. Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa, mengingatkan umat Islam tentang pentingnya menghadirkan kekhusyukan dalam shalat. Hal ini disampaikannya dalam Kajian Fikih Ibadah bertajuk “Al-Khusyuk fis-Shalah” yang digelar di Masjid Surau Buya Gusrizal Bukittinggi, Jumat (04/4).
“Shalat tanpa khusyuk bagai jasad tanpa nyawa. Ia hanya menjadi ritual mekanis: gerakan tanpa makna, bacaan tanpa penghayatan,” tegas Ketum MUI Sumbar Buya Dr. Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa di hadapan ratusan jemaah yang hadir.
Buya Dr. Gusrizal mengutip hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan sahabat Ubadah ibn ash-Shamit:
“Akan datang suatu masa di mana engkau memasuki masjid suatu kaum, namun tak menemukan seorang pun yang khusyuk dalam shalatnya.” (HR. Ath-Thabrani).
“Ini adalah alarm bagi kita semua. Jika khusyuk hilang, shalat kehilangan ruhnya. Na’udzubillah!” ujarnya seraya mengajak jemaah merefleksikan kondisi shalat mereka selama ini.
Dalam paparannya, Buya Dr. Gusrizal menekankan bahwa khusyuk adalah jiwa ibadah yang disebutkan langsung dalam Al-Qur’an. Ia mengutip Surah Al-Mu’minun: 1-2:
“Sungguh beruntung orang-orang beriman, yaitu mereka yang khusyuk dalam shalatnya.”
“Allah menjadikan khusyuk sebagai syarat utama meraih al-falah (keberuntungan). Tanpanya, shalat kita hanya memenuhi syarat sah, tetapi tidak bermakna,” jelasnya.
Buya juga menjelaskan tafsir Surah Al-Baqarah: 46, di mana khusyuk lahir dari kesadaran akan pertemuan dengan Allah dan kepastian kehidupan akhirat. “Kata yadhunnûn di sini bermakna keyakinan kokoh, bukan sekadar prasangka,” tambahnya.
Buya Gusrizal mengkritik fenomena shalat yang hanya fokus pada kesempurnaan gerakan fisik. “Banyak orang rukuk dan sujud dengan sempurna, tetapi hatinya melayang ke urusan dunia. Shalat di masjid, pikiran ke Jakarta atau bahkan ke pasar,” ujarnya disambut tawa jemaah.
Menurutnya, khusyuk adalah kehadiran hati (hudhur al-qalb) yang melahirkan ketundukan total. “Abu Bakar Ash-Shiddiq menangis saat shalat karena hatinya benar-benar tersentuh. Itulah contoh nyata khusyuk,” paparnya.
Buya membagikan tiga langkah konkret untuk melatih kekhusyukan:
1. Persiapan Pra-Shalat:
– Menjaga konsumsi makanan halal (QS. Al-Baqarah: 168) dan berwudhu dengan tenang.
2. Visualisasi Makna Bacaan:
– “Saat membaca Alhamdulillah, bayangkan nikmat Allah yang tak terhitung,” katanya.
3. Doa Perlindungan Hati:
– Mengamalkan doa Nabi: “Allahumma inni a‘udzu bika min qalbin lâ yakhsya‘…” (HR. Tirmidzi).
Buya Dr. Gusrizal Gazahar menutup dengan pesan “Khusyuk adalah perjalanan sepanjang hayat. Setiap hari, tanyakan: Apakah shalatku hari ini lebih khusyuk daripada kemarin?”
Salah seorang peserta kajian, Ahmad Fauzi (42), mengaku tersentil dengan materi ini. “Selama ini shalat saya sering terburu-buru. Kajian ini membuka mata bahwa khusyuk adalah kebutuhan ruhani, bukan sekadar kewajiban,” ujarnya.






