MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Pada hari kelima masa reses sidang ke-III tahun ini, Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat, Muhidi, bertemu dengan ratusan pelaku UMKM dari empat kecamatan di Kota Padang. Pertemuan ini berlangsung di Rumah Malam Sederhana, Jalan Rasuna Said, dalam suasana yang hangat dan penuh curahan aspirasi.
Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang hadir menyampaikan berbagai persoalan yang mereka hadapi, dengan satu benang merah yang mencuat: sulitnya akses permodalan dan minimnya dukungan konkret dari pemerintah dalam bentuk pengembangan usaha.
Merespons langsung keluhan tersebut, Muhidi menegaskan komitmennya untuk mencari jalan keluar. Menurutnya, sektor UMKM adalah motor utama penggerak ekonomi lokal yang jika dikembangkan dengan serius, akan menciptakan efek ganda bagi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pendapatan daerah.
“Jika UMKM tumbuh, maka Sumatera Barat ikut bergerak maju. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga tentang keadilan sosial dan peluang yang merata,” ujar Muhidi usai dialog bersama pelaku UMKM.
Politisi yang dikenal vokal dalam isu pemberdayaan ekonomi rakyat ini menyampaikan bahwa seluruh masukan yang diterima selama masa reses akan dihimpun, dianalisis, dan dipetakan untuk menjadi dasar pertimbangan dalam perumusan kebijakan pembangunan ekonomi ke depan.
“Kita tidak sekadar mendengar, tapi mencatat dan memilah. Apa yang disampaikan hari ini akan menjadi bahan penting dalam pembahasan di DPRD. Kami akan kawal melalui fungsi legislasi dan penganggaran,” tegasnya.
Muhidi juga mengungkapkan bahwa dirinya selama ini cukup intens membina UMKM di Kota Padang melalui berbagai pelatihan dan bimbingan teknis (bimtek), dengan fokus pada peningkatan kapasitas dan adaptasi terhadap kebutuhan pasar serta perkembangan teknologi.
“Pelatihan akan terus kami dorong. Tapi tentu materinya harus kontekstual. Misalnya, sekarang pelaku UMKM harus paham digital marketing, rantai pasok, dan strategi branding yang kuat,” jelasnya.
Terkait isu permodalan yang menjadi keluhan utama, Muhidi menyebut bahwa hambatan regulasi menjadi tantangan tersendiri. Menurut aturan yang berlaku, dana hibah tunai dari pemerintah hanya bisa diberikan kepada rumah ibadah. Sementara UMKM hanya bisa mendapatkan bantuan dalam bentuk barang, dan itu pun harus melalui kelompok usaha, bukan perseorangan.
“Solusinya adalah membentuk kelompok UMKM. Itu akan memudahkan penyaluran bantuan pemerintah. Kita akan fasilitasi agar pembentukan kelompok ini berjalan sesuai prosedur,” tutup Muhidi.
Langkah Muhidi memperkuat posisi UMKM di panggung kebijakan lokal menunjukkan adanya arah baru dalam membumikan ekonomi kerakyatan berbasis komunitas. Bila dijalankan dengan konsisten dan strategis, bukan tidak mungkin UMKM Sumbar akan menjadi penopang utama dalam narasi “Sumbar Berjaya” yang kini terus digaungkan.






