Ketum MUI Sumbar Buya Dr. Gusrizal Tinjau Progres Pembangunan Kantor Baru: Ulama Harus Dekat dengan Masjid dan Umat

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Barat, Buya Dr. H. Gusrizal Gazahar, Lc., M.Ag., Datuak Palimo Basa, meninjau langsung progres pembangunan kantor baru MUI Sumbar yang berlokasi di Jalan Khatib Sulaiman, Padang, Selasa (24/6/2025). Peninjauan ini menjadi momen penuh harap, menyatukan kerja nyata dan nilai-nilai ruhaniyah dalam langkah strategis MUI ke depan.

Didampingi sejumlah pengurus harian, Buya Gusrizal menyampaikan apresiasi terhadap kemajuan pembangunan kantor lima lantai tersebut, yang ditargetkan rampung pada Desember 2025. Gedung ini akan menjadi pusat operasional MUI sekaligus simbol penguatan pelayanan keumatan di Ranah Minang.

“Alhamdulillah, kita bersyukur atas progres ini. Insya Allah, kantor ini akan selesai sebelum Musda MUI akhir tahun 2025. Ini bukan sekadar gedung, tapi titik awal penguatan dakwah, fatwa, dan bimbingan umat yang lebih bermartabat,” ujar Buya.

Dari Dinamika ke Kepastian: “Kita Pernah Nomaden…”

Buya mengenang dinamika perjalanan panjang MUI Sumbar yang selama ini belum memiliki kantor tetap. “Kita pernah berkantor di samping Masjid Nurul Iman, lalu pindah ke eks Kantor Departemen Penerangan, dan kembali lagi ke Nurul Iman. Kini, alhamdulillah, kita akan membangun kantor permanen di kawasan Masjid Raya,” kenangnya.

Ia lalu mengaitkan momentum ini dengan kisah hijrah Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah. Saat unta Rasulullah berhenti di tanah milik Bani Najjar, beliau bersabda, “Huna in syā’ Allāhul manzil” — “Di sinilah insya Allah tempat menetap.” Di tempat itulah kemudian dibangun Masjid Nabawi dan rumah Rasul.

“Ini pelajaran penting bagi kita: ulama harus berdekatan dengan masjid. Di sanalah tempat mereka mengabdi, mendidik, dan membimbing umat,” tegas Buya.

Doa Para Nabi dan Harapan Umat

Menguatkan semangat spiritual dalam pembangunan ini, Buya mengutip doa Nabi Nuh dalam QS. Al-Mu’minun ayat 29:
“Rabbi anzilnī munzalan mubārakan wa anta khairul munzilin”
(Ya Tuhanku, tempatkanlah aku di tempat yang diberkahi, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi tempat menetap).

Doa ini, menurut Buya, menjadi harapan agar kantor baru MUI Sumbar menjadi tempat yang penuh berkah dalam perjuangan dakwah, pelayanan umat, serta pengabdian kepada bangsa dan negara.

Buya juga menegaskan bahwa peran ulama tidak mengenal usia atau ruang. “Ulama tidak pernah pensiun. Meskipun fisik tak selalu hadir, ilmu dan hatinya harus senantiasa bersama umat. Kalimat tauhid yang dibisikkan saat lahir, harus diperjuangkan hingga ajal tiba,” ucapnya dengan suara yang penuh haru.

Simbol Pengabdian dan Kemitraan yang Kritis

Pembangunan kantor ini telah diawali dengan peletakan batu pertama oleh Gubernur Sumatera Barat, H. Mahyeldi Ansharullah, pada Jumat, 16 Mei 2025 lalu. Kantor yang dibangun di kompleks Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi ini didanai dari APBD Sumatera Barat dengan total anggaran sebesar Rp24 miliar.

Buya menyampaikan apresiasi mendalam kepada semua pihak yang telah mendukung proses panjang pembangunan kantor ini, mulai dari pemerintah daerah, DPRD, tokoh masyarakat, hingga para teknisi dan pekerja di lapangan.

“MUI akan terus menjadi shadiqul ḥukumah—mitra pemerintah yang kritis, jujur, dan setia pada kebenaran. Sahabat sejati bukanlah yang selalu membenarkan, tetapi yang selalu menyuarakan kebenaran,” tegasnya.

Kantor sebagai Pusat Ilmu dan Gerakan Moral

Kantor ini dirancang untuk mendukung berbagai fungsi strategis MUI: pelayanan fatwa, konsultasi keagamaan, penguatan literasi umat, dan pusat dokumentasi serta informasi keislaman. Dengan lokasinya yang berdampingan dengan masjid, kantor ini diharapkan menjadi jantung pergerakan moral dan spiritual umat Islam di Sumatera Barat.

Acara peninjauan ditutup dengan penuh harapan agar kantor ini menjadi pusat lahirnya gagasan, fatwa, dan gerakan moral Islam yang membimbing umat serta menanamkan nilai-nilai kebajikan di Ranah Minang.

“Peletakan batu pertama yang telah dilakukan bukan hanya simbol pembangunan fisik, tetapi titik awal perjalanan strategis ulama di jantung kehidupan umat—berdampingan dengan masjid, menyinari masyarakat dengan ilmu, hikmah, dan keteladanan,” pungkas Buya Gusrizal.

Related posts