MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya Dr. Gusrizal Gazahar, menekankan pentingnya memahami kembali konsep bernegara yang telah disepakati bersama sejak awal berdirinya republik ini.
Menurutnya, Indonesia dibangun atas dasar komitmen kebangsaan yang disebut Dar al-Mîtsâq al-Wathani—sebuah negara hasil konsensus dan kesepakatan kolektif bangsa.
“Komitmen kebangsaan kita adalah permusyawaratan, karena itu yang ada dalam Pancasila. Namun dalam narasi kebangsaan dan demokrasi hari ini, yang lebih menonjol justru demokrasi,” ujar Buya dalam sebuah pernyataan di Padang, Sabtu (30/8).
Dalam pandangan Buya, penyampaian pendapat di muka umum melalui demonstrasi memang dijamin undang-undang. Ia tidak menolak hak warga untuk berdemonstrasi. Namun ia mengingatkan agar jangan sampai cara itu berubah menjadi tujuan.
“Cara tetaplah cara. Tujuan utamanya menyampaikan pendapat: bisa usulan, kritikan, atau bantahan,” katanya.
Buya Gusrizal kemudian mencontohkan tradisi Islam yang memberi ruang kritik kepada pemimpin. Ia mengutip kisah Khalifah Umar bin Khattab yang ditegur langsung oleh seorang perempuan ketika hendak membatasi mahar. Bahkan, kata Buya, Umar dengan rendah hati menerima nasihat tersebut. “Mengingatkan pemimpin itu bukan haram di muka umum. Boleh saja, selama dengan cara yang benar,” ujarnya.
Namun, Buya mengingatkan agar penyampaian aspirasi tidak kehilangan arah. Ia menyindir fenomena demonstrasi tanpa tujuan yang jelas. “Ada yang ketika ditanya kenapa demo, jawabnya: saya ikut saja karena orang ngumpul. Ini tidak jelas,” katanya.
Menurutnya, aspirasi yang disampaikan seharusnya berorientasi pada kemaslahatan bersama, bukan malah berbalik menimbulkan mudarat. Ia berharap pemerintah lebih sensitif terhadap suara masyarakat. “Jangan pandang demo itu hal yang lumrah. Dengarkan, karena di baliknya ada beban berat rakyat,” ujar Buya.
Sebagai Ketum MUI Sumbar, ia mengaku merasakan langsung keluhan umat yang semakin terhimpit dengan kenaikan pajak dan beban ekonomi lainnya. “Saya tidak rajin di kantor, lebih sering keliling. Saya lihat sendiri beratnya beban umat hari ini,” ungkapnya.
Di akhir pesannya, Buya menekankan agar masyarakat, khususnya di Sumatera Barat, bersikap arif dan tidak mudah terbawa arus.
“Membaca situasi dengan bijak adalah kunci. Aspirasi boleh disampaikan, tapi ingat, demonstrasi itu hanya cara, bukan tujuan. Jangan karena tikus beberapa ekor, lumbung pula yang dibakar,” tutupnya.






