MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, langsung turun ke Sumatera Barat untuk memberikan bantuan sekaligus mengirimkan pesan tegas di tengah situasi darurat bencana. Dalam kunjungannya di Gedung Dakwah Muhammadiyah Sumbar, Senin (15/12/2025), sosok yang biasa dipanggil Prof. Haedar ini tak hanya membawa bantuan material, tapi juga pesan moral yang menyentuh sekaligus menohok.
“Kami mewakili Muhammadiyah menyampaikan duka cita yang mendalam kepada seluruh anggota masyarakat di tiga kawasan, khususnya Sumatera Barat,” ujar Haedar Nashir dengan suara yang penuh empati.
Bencana banjir yang melanda Sumbar kali ini memang bukan main. Air datang tanpa ampun, merenggut harta dan harapan ribuan keluarga. Di tengah situasi seperti ini, kehadiran tokoh sekelas Ketum PP Muhammadiyah tentu bukan sekadar seremonial belaka.
Dengan gaya bicaranya yang tegas namun santun, Haedar Nashir mengingatkan bahwa musibah yang menimpa Sumbar ini memiliki dua dimensi. “Selain berduka secara spiritual melalui doa, seluruh aspek harus menyadari bahwa musibah ini ada unsur takdir Allah dan diperlukannya ikhtiar sebagai manusia,” jelasnya.
Bagi pria kelahiran Bone ini, bencana bukan semata urusan langit. Ada tanggung jawab manusia di dalamnya. Karena itu, diperlukan upaya serius untuk menanggulangi dan mencegah dampak yang lebih besar di masa mendatang.
Muhammadiyah, organisasi Islam yang telah berusia lebih dari seabad itu, memang punya track record solid dalam penanganan bencana. Dari Aceh hingga Palu, dari banjir hingga gempa, kader-kader berjubah hitam ini selalu hadir lebih dulu dari yang lain.
“Alhamdulillah, Muhammadiyah selalu hadir dalam membantu penanggulangan bencana. Dari situlah muncul kebersamaan untuk menolong dan menyelesaikan masalah,” kata Haedar dengan bangga.
Namun di balik pujiannya untuk kader Muhammadiyah, Haedar juga melontarkan kritik halus yang sebenarnya cukup tajam. Dia berharap pemerintah daerah dan pihak terkait bisa lebih solutif dan gesit dalam menangani bencana.
“Kita berharap pemerintah daerah dan pihak terkait bisa lebih solutif dan gesit,” ujarnya singkat namun mengena.
Kata “gesit” yang dipilih Haedar bukan tanpa alasan. Dalam berbagai kesempatan, keluhan tentang lambatnya respons pemerintah daerah memang kerap terdengar dari mulut para korban bencana.
Yang paling menarik dari kunjungan Haedar Nashir kali ini adalah peringatannya yang tegas soal politisasi bencana. Di ruangan yang penuh dengan pimpinan Muhammadiyah Sumbar itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah ini dengan lantang menyuarakan sesuatu yang jarang didengar dari tokoh agama lainnya.
“Di tengah musibah ini, kesatuan dan kebersamaan sangat diperlukan. Tidak perlu membuat pernyataan yang bersifat politis,” tegasnya dengan nada yang tak bisa ditawar.
Lebih jauh lagi, Haedar bahkan memberikan disclaimer yang sangat jelas: “Jika ada lembaga yang melakukan hal tersebut, itu tidak mewakili PP Muhammadiyah.”
Pernyataan ini bukan main. Haedar sepertinya sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan di mana ada pihak-pihak yang mencoba menumpang popularitas Muhammadiyah untuk kepentingan politik praktis di tengah bencana.
Yang tak kalah penting, Haedar Nashir juga mengungkapkan bahwa PP Muhammadiyah bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nahdlatul Ulama (NU) bersama-sama mendorong agar bencana di tiga provinsi di Sumatera ini ditetapkan sebagai bencana nasional.
Ini langkah strategis yang menunjukkan bahwa organisasi-organisasi Islam besar di Indonesia bisa bersatu ketika rakyat sedang susah. Penetapan sebagai bencana nasional akan membuka akses bantuan yang lebih besar dan koordinasi yang lebih masif dari pemerintah pusat.
Acara silaturahmi dan dialog yang berlangsung di Gedung Dakwah Muhammadiyah Sumbar itu juga dihadiri oleh sejumlah tokoh penting daerah. Kehadiran mereka menunjukkan betapa seriusnya situasi yang sedang dihadapi Sumbar saat ini.
Bencana memang datang tanpa permisi. Tapi respons kita terhadap bencana, itulah yang menentukan seberapa besar kerusakan yang harus kita tanggung. Dan hari ini, Haedar Nashir telah menunjukkan kepemimpinan yang tidak hanya datang dengan bantuan material, tapi juga dengan kebijaksanaan moral yang sangat dibutuhkan bangsa ini.
Semangat kebersamaan yang ditekankan Haedar bukan sekadar lip service. Ini adalah panggilan untuk semua pihak—pemerintah, masyarakat sipil, organisasi keagamaan—untuk fokus pada satu tujuan: menolong sesama yang sedang tertimpa musibah, tanpa embel-embel apapun.






