MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat, Advokat Ki Jal Atri Tanjung, menyampaikan pandangannya yang menggelitik soal implementasi prinsip adat dan syariat di Minangkabau. Dalam sebuah tulisan reflektif, ia menilai bahwa penggunaan istilah “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” (ABS SBK) perlu ditinjau ulang. Menurutnya, cukup dengan “Adat Basandi Syara’” (ABS) saja.
“Syara’ itu sendiri sudah bersumber pada Kitabullah. Jadi secara kaidah, tak perlu lagi ditambahkan embel-embel SBK,” kata Ki Jal dalam ulasannya, Sabtu (12/7), menegaskan posisi kitab suci Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam syariat Islam.
Lebih jauh, ia menyoroti ketidaksesuaian antara idealisme ABS-SBK dengan praktik sosial masyarakat Minangkabau hari ini. “Syara’ mangato, adat mamakai—tapi dalam realitas, belum semua yang dikatakan syara’ benar-benar dilaksanakan oleh adat,” jelasnya.
Sebagai contoh, ia mengangkat pelaksanaan pesta pernikahan di ranah Minang. Banyak kegiatan adat yang justru belum sejalan dengan tuntunan syara’. Menurutnya, belum ada standar adat yang disepakati bersama untuk menjamin bahwa setiap praktik sosial berakar pada prinsip syariat.
Dalam ulasannya, Ki Jal juga menyuguhkan tinjauan akademik atas sumber-sumber hukum Islam yang terbagi menjadi dua: sumber pokok (Al-Qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas) dan sumber pelengkap (istihsan, istilah, dan urf). Ia menyimpulkan bahwa sumber-sumber itu sudah cukup mewadahi prinsip-prinsip syara’, tanpa perlu membuat istilah tambahan yang, menurutnya, justru membuat bias makna.
Ia menutup dengan ajakan untuk kembali pada substansi dan tidak terjebak dalam istilah. “Cukup ABS saja. Karena dalam syara’ sudah terkandung Kitabullah,” pungkasnya.
Tulisan Ki Jal menjadi bahan reflektif sekaligus undangan bagi para intelektual dan pemangku adat untuk meninjau ulang posisi dan relasi antara adat dan syariat di era modern.






