MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Barat dan Wakil Ketua DPW Peradin Sumbar, Advokat Ki Jal Atri Tanjung, menyebut kerusakan ekologis dan sosial di Raja Ampat sebagai sinyal bahaya serius yang menuntut perlawanan kolektif terhadap ekspansi tambang merusak di Indonesia. Ia menilai, momentum ini seharusnya mendorong kebangkitan gerakan masyarakat sipil untuk menolak monopoli pengelolaan sumber daya alam yang destruktif.
“Eksploitasi sumber daya alam di negeri ini sudah melampaui batas. Raja Ampat adalah contoh nyata dari kehancuran yang ditimbulkan oleh kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat dan lingkungan,” ujar Ki Jal dalam pernyataan tertulis, Ahad (9/6).
Menurutnya, kerusakan lingkungan di Raja Ampat bukan hanya masalah lokal, melainkan cerminan dari krisis struktural dalam sistem pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Ia menilai, kehancuran ekosistem yang terjadi di wilayah yang dijuluki “surga dunia” itu adalah akibat dari kehendak politik yang lebih mengutamakan kepentingan pemodal dibandingkan kelestarian jangka panjang.
“Pemerintah telah gagal menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Alih-alih melindungi kawasan strategis seperti Raja Ampat, negara justru membuka jalan bagi industri tambang yang merusak,” katanya.
Ki Jal mengungkapkan keprihatinannya terhadap lemahnya peran masyarakat dan organisasi kemasyarakatan (ormas) dalam mencegah kerusakan ekologis yang masif. Padahal, katanya, rakyat Indonesia sejak lama mengenal tanah air ini sebagai tanah berkah: “tanah sorga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.”
“Semua itu tinggal lagu dan kenangan jika kita tidak bergerak. Kita tidak boleh tinggal diam sementara lingkungan kita dijarah atas nama pembangunan,” tegasnya.
Ia menyerukan agar seluruh ormas, aktivis lingkungan, tokoh masyarakat, dan generasi muda bangkit melawan tambang-tambang yang terbukti merusak ekosistem dan merampas kehidupan masyarakat adat serta nelayan lokal.
“Gerakan anti-tambang yang merusak harus menjadi arus besar yang melibatkan semua elemen bangsa. Ini bukan soal menolak kemajuan, tapi soal memilih jalan pembangunan yang bermartabat dan berkelanjutan,” ujarnya.
Ki Jal menilai bahwa pembangunan sejati tidak boleh mengorbankan masa depan. Ia mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu menjaga warisan alam dan memperjuangkan keadilan ekologis demi masa depan anak cucu bangsa.
“Jika kita tidak bertindak hari ini, maka penyesalan akan menjadi warisan kita untuk generasi mendatang,” pungkasnya.






