MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA — Delapan organisasi masyarakat sipil dan sejumlah individu terdampak resmi mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada Jumat (4/7), menentang ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang mengesahkan Perppu Cipta Kerja. Gugatan ini menargetkan pasal-pasal yang memberi keistimewaan hukum bagi percepatan Proyek Strategis Nasional (PSN), yang oleh para pemohon dinilai telah memicu pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan.
Koalisi yang menamakan diri Gerakan Rakyat Menggugat PSN (GERAM PSN) menyebut proyek-proyek seperti Rempang Eco City, reklamasi PIK 2, program food estate di Papua, hingga pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai contoh dari penggunaan PSN untuk mengesampingkan partisipasi publik, hak atas tanah, dan prinsip kehati-hatian ekologis (precautionary principle).
“UU Cipta Kerja menjadikan PSN sebagai entitas superstruktur yang kebal regulasi, mengaburkan standar hukum dan mengabaikan hak warga negara,” kata tim hukum GERAM PSN dalam pernyataan resminya. Mereka menilai pasal-pasal terkait PSN dalam UU tersebut bertentangan dengan prinsip due process of law dan perlindungan konstitusional terhadap lingkungan hidup dan keadilan sosial.
Pemohon gugatan terdiri dari organisasi seperti YLBHI, WALHI, JATAM, Trend Asia, Pantau Gambut, Auriga Nusantara, KIARA, dan FIAN Indonesia, serta warga dari wilayah terdampak langsung—Rempang, Merauke, Sepaku, dan Konawe. Salah satu pemohon individu adalah Dr. Muhammad Busyro Muqoddas, akademisi dan Ketua PP Muhammadiyah Bidang HAM, Hukum, dan Kebijakan Publik.
“Negara tidak boleh menjadikan pembangunan sebagai zona bebas hukum dan bebas HAM,” ujar Busyro. Ia menambahkan bahwa Mahkamah Konstitusi harus berperan sebagai penjaga konstitusi dan pelindung hak-hak ekologis lintas generasi.
Dukungan juga datang dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat. Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM, Advokat Ki Jal Atri Tanjung, menilai gugatan ini sebagai koreksi penting terhadap arah pembangunan nasional.
“Sudah terlalu lama rakyat hanya dijadikan penonton dalam pembangunan, sementara ruang hidup mereka dikorbankan. PSN tidak boleh jadi tameng untuk merampas hak atas tanah, udara, dan air,” ujar Ki Jal.
“Kami berharap Mahkamah Konstitusi mendengar suara yang datang dari akar rumput ini. Keadilan ekologis adalah amanat konstitusi, bukan sekadar wacana,” tegasnya.
Gugatan ini muncul di tengah kritik luas terhadap pola pembangunan berorientasi kapital, yang disebut-sebut hanya menguntungkan elite dan investor tanpa perlindungan memadai terhadap komunitas lokal dan lingkungan hidup.






