MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA — Para pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, tengah menghadapi masa sulit akibat penurunan tajam penjualan tekstil. Mereka juga mengkhawatirkan rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025, yang dikhawatirkan memperburuk situasi ekonomi mereka.
Tomi, seorang pedagang pakaian di Blok A, mengungkapkan bahwa penjualannya kini jauh menurun dibandingkan masa sebelumnya. “Kalau dulu Sabtu-Minggu pasti ramai. Sekarang biasa saja. Biasanya seminggu bisa dapat beberapa kodi, tapi sekarang sudah sebulan tidak ada pesanan sama sekali,” ujarnya.
Tomi menambahkan, situasi ini juga dirasakan oleh pedagang lain. Banyak toko yang memilih tutup permanen karena tidak mampu bertahan. “Kalau keliling, sudah banyak toko tutup. Di blok ini saja, jumlahnya sudah tidak terhitung,” katanya.
Hal serupa disampaikan Pito, pedagang tas dan aksesori di Blok B, yang telah berdagang di Tanah Abang selama 36 tahun. Ia menyebut omzet pedagang rata-rata turun hingga 80%. “Kadang hanya laku satu atau dua potong dalam sehari. Banyak toko di lantai 3A dan 5 yang kosong, bahkan beberapa disegel karena pemiliknya tidak mampu membayar iuran pasar,” ungkapnya.
Pito yang pernah memiliki tiga toko kini hanya mempertahankan dua. Ia menjelaskan bahwa kondisi sepi ini juga terlihat dari drastisnya penurunan harga sewa toko. “Dulu toko ini sewanya Rp 50 juta per tahun, tapi sekarang hanya Rp 7 juta. Itu pun banyak yang menyewakan tokonya untuk gudang agar bisa melunasi biaya operasional,” jelasnya.
Para pedagang berharap ada solusi dari pemerintah dan pengelola pasar untuk membantu mereka bertahan di tengah tekanan ekonomi, terutama sebelum kebijakan kenaikan PPN mulai berlaku. Situasi ini menunjukkan tantangan besar yang dihadapi sektor perdagangan tradisional di era modern.