Kursi Terbang di Muktamar PPP: “Lanjutkan!” Lawan “Perubahan!”

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, FEATURE — Malam itu, Sabtu (27/9/2025), aula megah di kawasan Ancol, Jakarta, berubah jadi arena panas. Spanduk hijau bertuliskan Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan membentang lebar di panggung utama. Lampu sorot diarahkan ke podium tempat Pelaksana Tugas Ketua Umum (Plt Ketum) PPP, Muhamad Mardiono, berdiri tegap. Seharusnya, momen ini menjadi pembukaan resmi menuju pemilihan ketua umum partai berlambang Ka’bah itu. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: muktamar berubah menjadi gelanggang adu suara, bahkan adu otot.

Ketika Mardiono membuka pidato, seruan pertama muncul dari barisan kursi tengah. “Lanjutkan! Lanjutkan!” teriak sekelompok kader dengan penuh semangat. Tak lama, dari sisi kiri aula, balasan lantang terdengar, “Perubahan! Perubahan!” Dua kubu saling berbalas, seakan pidato Mardiono hanya jadi latar suara gaduh yang semakin meninggi.

Pembawa acara mencoba meredam. “Mari kita lantunkan shalawat,” ujarnya dengan nada memohon. Sesaat, irama shalawat menggema. Namun, itu tak berlangsung lama. Begitu shalawat mereda, teriakan kembali pecah, bahkan lebih keras. Muktamar yang seharusnya jadi forum musyawarah kini menjelma arena pertarungan simbolik: “lanjutkan” versus “perubahan.”

Dari Teriakan ke Kursi Terbang

Kericuhan semakin jelas terlihat usai acara pembukaan. Mardiono berjalan keluar ruangan, diiringi pendukung yang terus meneriakkan “lanjutkan.” Wartawan segera mengerubungi, mikrofon dan kamera diarahkan padanya. Saat itu, sekelompok kader lain melintas, melontarkan teriakan menantang: “Perubahan! Perubahan!”

Situasi berubah cepat. “Woi, ganggu woi! Ini lagi konpers!” balas kader pro-Mardiono. Suasana pun membara. Dorong-mendorong, pukulan melayang, dan dalam hitungan detik, kursi pun beterbangan. Pihak keamanan internal PPP panik berusaha melerai, tapi amarah dua kubu yang terbelah sulit terbendung.

Seorang kader tua yang duduk di barisan belakang hanya bisa menggelengkan kepala. “Astaghfirullah, ini partai Islam,” gumamnya lirih.

Luka Lama yang Menganga

Kericuhan ini seakan membuka kembali luka lama PPP. Wakil Ketua Umum DPP PPP, Rusli Effendi, buru-buru memberi pernyataan. “Perbedaan pendapat pasti ada dalam pemilihan ketua umum. Namun, bedanya ada yang mengedepankan kesantunan, ada yang tidak. Kami minta semua muktamirin menahan diri agar tidak mencederai proses Muktamar X,” katanya di sela-sela kegaduhan.

Rusli mengingatkan, PPP sudah pernah merasakan getirnya konflik internal. “Saya tidak ingin PPP terjebak lagi seperti masa Rommy dan Djan Farid. Konflik itu hanya menjauhkan kita dari masyarakat. Dan itu pula yang membuat PPP berada di titik ini,” ucapnya, merujuk pada periode kelam ketika partai hijau itu terbelah menjadi dua kepengurusan.

Pertarungan Arah

Di balik teriakan “lanjutkan” dan “perubahan,” sesungguhnya ada pertarungan arah partai. Pendukung Mardiono ingin kesinambungan, melanjutkan kepemimpinan yang dianggap masih bisa menakhodai PPP keluar dari keterpurukan elektoral. Sementara kubu “perubahan” menilai, PPP perlu wajah baru, darah segar, agar bisa bangkit dari keterpurukan suara yang terus menurun dalam dua pemilu terakhir.

Bagi sebagian kader, Muktamar X bukan sekadar memilih ketua umum. Ia adalah soal hidup mati PPP: tetap menjadi partai Islam bersejarah yang diperhitungkan, atau perlahan tenggelam dalam bayang-bayang partai lain.

Antara Politik dan Ibadah

Ironisnya, PPP yang berlabel partai Islam justru memamerkan pemandangan yang jauh dari nilai ukhuwah. Rusli mengingatkan: “PPP ini partai Islam, jangan sampai perkelahian yang ditonjolkan.” Namun kenyataannya, shalawat yang sempat digaungkan hanya jadi jeda sebelum kursi kembali melayang.

Di sebuah sudut, seorang muktamirin muda berkata pada rekannya, “Katanya musyawarah mufakat. Tapi kok kayak begini jadinya?” Pertanyaan itu menggantung di udara, seperti menampar klaim PPP sebagai partai yang mengusung nilai Islami.

Bayangan Masa Depan

Apakah Muktamar X akan menjadi titik balik PPP atau justru menambah daftar konflik panjang partai ini? Jalan masih panjang. Pemilihan ketua umum belum dimulai, tapi suhu politik sudah membara. Yang jelas, malam itu Ancol menyimpan cerita lain: bukan tentang pidato, bukan pula tentang program partai, melainkan tentang kursi-kursi yang terbang di udara.

Related posts