Mengenal Songket dan Alat tenun yang ada di Museum Adityawarman

Oleh: Indah Aprilika Tanjung, mahasiswi Sastra Minangkabau, Universitas Andalas

Songket merupakan salah satu jenis tenun yang bersifat tradisional Indonesia yang ditenun menggunakan tangan dan asal mulanya ada di Sumatera. Kain ini dapat dipakai pada upacara adat seperti perkawinan, pengangkatan penghulu, upacara turun mandi, dan lain-lain.

Menurut kata orang dahulu songket ini dulu menjadi bahan pengepresiasikan perasaan seseorang ke dalam songket tersebut makanya disaat orang membuat songket memiliki arti dan punya makna tersendiri dan motif nya tersebut bukan asal jadi saja.

Songket yang ada di Museum Adityawarman salah satunya yaitu berasal dari daerah Batusangkar, Sumatera Barat. Songket ini mempunyai sejarah dalam penyebaran kainnya karena daerah Batusangkar ialah daerah yang pertama kali membuat tenunan berkain songket. Padahal awalnya kain songket hanya dipakai oleh Raja-raja Kerajaan Pagaruyuang dengan kaum bangsawan lalu berkembanglah ke daerah-daerah yang ada disekitarannya. Hiasan yang ada pada songket yang berasal dari Batusangkar ini adalah bermotif kotak-kotak, motif pohon hayat, buluah katupek (buluh ketupat), motif sirangkak, batang pinang dan lain-lain.

Motif-motif tersebut ialah motif ukiran kayu yang ada di Rumah Gadang. Salah satu motif songket yang ada di daerah Batusangkar yaitu Motif sirangkak (Kepiting), Motif sirangkak bentuknya seperti kepiting yang hidupnya didalam air dan kadang diluar air. Dia suka menjepit dan merangkak kemanapun dia mau. Motif sirangkak ini mempunyai makna yang terdalam yaitu jika ada orang yang menyakitkan seseorang yang tidak punya daya atau bisa disebut dengan orang yang lemah maka dia akan membelanya. Ini merupakan sindiran yang terdapat dalam motif tersebut.

Di museum Adityawarman kita dapat melihat salah satu alat untuk menenun. Alat ini tergolong sederhana yang terbuat dari kayu dan ada 3 kaki. Kaki-kaki tersebut mempunyai fungsi satu persatu diantaranya yaitu, pada bagian pertama dan bagian kedua fungsinya untuk menopang alat tenun tersebut keseluruhannya. Orang yang menenun duduk di bagian belakang dan menghadap kearah depan. Alat ini sudah memudahkan para penenun dalam membuat songket karena alat ini sudah ada pedal yang fungsinya untuk mengencangkan jalinan benang.

Alat ini saat ini masih dipertahankan dan menjadi pajangan di museum Adityawarman yang berfungsi untuk mengenalkan kepada para pengunjung bahwa alat tersebut berasal dari Sumatera Barat dan berfungsi untuk membuat hasil tenun songket. Didalam alat tersebut terdapat berbagai macam alat seperti, benang, pajal, pamanen, dan lain-lain. Alat tersebut harus ada karena jika tidak ada salah satunya seperti benang maka pembuatan tenun songket tidak akan berhasil secara sempurna.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa kain songket adalah warisan adat budaya yang ada di lingkungan masyarakat Minangkabau. Perempuan yang membuat songket tersebut akan mengajarkan keturunannnya agar benda yang berupa adat budaya di Minangkabau tidak terlupakan begitu saja melainkan dapat dikenang dan dipelajari oleh remaja zaman sekarang. Terkhusus untuk perempuan yang akan menjadi garis keturunan ibu (Matrilineal), karena di Minangkabau sosok perempuan sangat di unggulkan merekalah yang akan menjadi pemilik serta penguasa harta pusako yang ada di Minangkabau. Walaupun pada zaman sekarang songket sudah jarang kita lihat apalagi oleh orang yang berada di perantauan meninggalkan kampung halamannya di Sumatera Barat. Namun walaupun sudah jarang kita tetap bisa menemukannya diberbagai tempat seperti Bukittinggi, Batusangkar, Tanah datar, dan lain-lain sebagainya.

Related posts