Mentawai Bukan Pulau Kosong: Ancaman Perusakan Hutan Sipora Mencuat

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, MENTAWAI – Ancaman kerusakan lingkungan kembali menghantui kawasan barat Indonesia. Kali ini, Pulau Sipora, salah satu gugus Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, terancam kehilangan lebih dari separuh tutupan hutannya akibat perizinan pemanfaatan hutan oleh pihak swasta.

Pulau kecil yang dikenal sebagai surga wisata dan simbol keberagaman hayati itu disebut-sebut akan kehilangan lebih dari 20 ribu hektare hutan akibat aktivitas korporasi yang telah mengantongi izin berusaha pemanfaatan hutan. Izin itu diduga berada dalam kawasan enam wilayah adat yang dihuni oleh masyarakat Mentawai.

“Masyarakat adat sudah dengan tegas menolak,” ujar seorang aktivis dalam unggahan video yang kini viral di media sosial. “Bayangkan, hutan yang menjadi sumber hidup dan identitas budaya mereka akan dibabat hanya demi eksploitasi jangka pendek,” lanjutnya.

Kerusakan hutan di Sumatera Barat bukanlah isu baru. Alih fungsi lahan dan pembalakan liar telah menjadi penyebab utama bencana ekologis dalam dua dekade terakhir, mulai dari banjir bandang, longsor, hingga kekeringan. “Penerbangan hutan secara membabi buta menjadi bom waktu bagi daerah ini. Celakanya, banyak pelakunya adalah oknum pengusaha yang berkolaborasi dengan masyarakat setempat,” ujar seorang pegiat lingkungan.

Kecaman juga datang dari kalangan hukum. Advokat sekaligus Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar, Ki Jal Atri Tanjung mengecam keras pengrusakan hutan di Sipora. Ia mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian, untuk segera turun tangan. “Polisi harus bergerak cepat menangkap pelaku pengrusakan hutan ini. Jangan tunggu bencana datang baru bertindak,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Menurutnya, menjaga hutan bukan hanya tanggung jawab masyarakat adat, tetapi kewajiban semua pihak yang peduli akan masa depan generasi mendatang. “Hutan itu bukan barang mati. Ia hidup, dan ketika kita rusak, dia bisa balas dengan bencana,” tegasnya.

Pulau Sipora, selain dikenal karena panorama ombaknya yang mendunia, juga memiliki sejarah panjang peradaban masyarakat adat yang hidup berdampingan harmonis dengan alam. Bagi mereka, hutan bukan sekadar hamparan pepohonan, tetapi juga rumah, tempat berburu, serta ruang spiritual.

“Mereka menyebut Mentawai sebagai pulau kosong. Kami jawab: Mentawai bukan pulau kosong. Ini tanah hidup kami,” tegas salah seorang perwakilan masyarakat adat dalam forum daring yang digelar pekan lalu.

Para aktivis kini mendorong publik untuk bersolidaritas dengan Mentawai melalui kampanye “#SaveSipora” dan “#SelamatkanMentawai” yang terus digaungkan di berbagai kanal digital.

Pulau Sipora kini berada di persimpangan: antara kelestarian hutan yang menopang kehidupan adat dan laju investasi yang mengancam ekosistemnya. Di tengah sorotan nasional, Mentawai kembali meminta satu hal yang sederhana—didengarkan.

Related posts