Menyambut Ramadan: Urgensi Ilmu, Kebersihan Ibadah, dan Penghormatan terhadap Tradisi

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, BUKITTINGGI – Menjelang bulan suci Ramadan, umat Islam dianjurkan untuk mempersiapkan diri agar dapat menjalankan ibadah dengan penuh kesungguhan dan sesuai tuntunan syariat. Salah satu aspek penting dalam persiapan ini adalah menuntut ilmu, agar amalan yang dilakukan tidak bercampur dengan kebiasaan yang dapat mengaburkan esensi ibadah.

Dalam kajian yang disampaikan oleh Ketua Umum MUI Sumatera Barat, Buya Dr. Gusrizal Gazahar Datuak Palimo Basa, ditekankan bahwa masih banyak masyarakat yang sulit membedakan antara ajaran agama dan adat istiadat. Salah satu contohnya adalah tradisi ziarah kubur menjelang Ramadan. Meskipun Islam memperbolehkan ziarah kubur sebagai pengingat akan kematian dan kehidupan akhirat, penetapan waktu tertentu tanpa dasar syariat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Terlebih, jika dalam pelaksanaannya bercampur dengan tradisi yang kurang sesuai, seperti mengadakan jamuan makan di area pemakaman, yang bisa mengalihkan tujuan utama dari ziarah tersebut.

Dalam pembahasannya, beliau juga mengulas perbedaan pendapat ulama mengenai hukum ziarah kubur bagi perempuan. Mazhab Hambali cenderung melarangnya berdasarkan hadis yang menyebutkan ancaman bagi wanita yang sering berziarah kubur, sementara mazhab lain, termasuk Mazhab Syafi’i, membolehkan dengan syarat tidak melakukan hal-hal terlarang seperti meratap atau berlebihan dalam menunjukkan kesedihan.

Selain itu, beliau juga menyoroti fenomena lain yang sering muncul menjelang Ramadan, seperti kebiasaan meminta maaf hanya saat Ramadan tiba, tradisi mandi dengan tata cara tertentu yang tidak memiliki dasar syariat, serta sikap konsumtif dalam menyambut bulan puasa. Ia mengingatkan bahwa ibadah dalam Islam memiliki tujuan yang jelas dan harus dijalankan sesuai dengan tuntunan agama, bukan sekadar mengikuti kebiasaan yang tidak memiliki landasan syar’i.

Namun, tidak semua tradisi perlu ditinggalkan. Tradisi yang selaras dengan ajaran Islam, seperti berbagi makanan untuk berbuka puasa, justru dianjurkan karena sejalan dengan nilai-nilai Islam. Sebaliknya, kebiasaan yang dapat mengganggu kekhusyukan ibadah, seperti penggunaan pengeras suara secara berlebihan di malam hari, perlu dievaluasi agar tidak mengurangi ketenangan dalam beribadah.

Lebih lanjut, beliau mengajak umat Islam untuk memperbaiki hubungan sosial menjelang Ramadan, baik dengan bertaubat maupun dengan meninggalkan perbuatan maksiat. Ajakan ini juga ditujukan kepada para pemimpin agar menciptakan lingkungan yang kondusif selama bulan suci, termasuk menjaga ketertiban dan mengurangi gangguan yang dapat menghilangkan kekhusyukan beribadah.

Sebagai penutup, beliau mengingatkan agar Ramadan dijadikan sebagai momentum untuk memperbaiki diri, meningkatkan ketakwaan, serta mempertahankan kebiasaan baik hingga akhir hayat.

Related posts