Oleh: Buya Shofwan Karim Penasehat PWM Sumbar
Pertemuan penuh makna antara Gubernur Sumatera Barat, Buya Mahyeldi Ansharullah, dengan jajaran Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat pada Sabtu, 24 Mei 2025, di Aula Kantor Gubernur bukanlah sekadar ajang seremonial. Di balik suasana hangat yang terbangun dalam tajuk Pengkajian Pimpinan Muhammadiyah Tingkat Wilayah, tersirat semangat kolaboratif untuk membumikan nilai-nilai kearifan lokal Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) dalam konteks pembangunan daerah, termasuk dalam pengembangan perspektif wisata halal Sumatera Barat yang kian strategis di tengah arus globalisasi.
Tak menunggu lama, hanya berselang tiga hari, pada Selasa 27 Mei 2025, Pemerintah Provinsi (Pemprov) bersama Muhammadiyah menggelar Gerak Cepat (Gercep). Forum ini membahas rencana konkret untuk merancang kerja sama strategis lintas lembaga. Fokusnya: memperkuat kontribusi Muhammadiyah dalam pembangunan daerah melalui pelibatan langsung dalam berbagai program pemerintah. Muhammadiyah, dengan struktur Majelis, Lembaga dan Badan (MLB)-nya yang rapi dan berpengalaman, dinilai siap menjadi mitra strategis dalam merealisasikan program-program pemerintah daerah.
Langkah ini bukan semata gagasan politik, melainkan refleksi filosofis dari kepemimpinan religius yang berakar dalam nilai-nilai Al-Qur’an. Gubernur Mahyeldi tampak menghidupkan ruh ta’awun, sebagaimana diajarkan dalam Surat Al-Maidah ayat 2:
“…dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan…”
Ayat ini bukan hanya sebagai pedoman spiritual, tapi juga menjadi bingkai konseptual dalam mendesain kebijakan yang inklusif dan kolaboratif.
Dalam pertemuan itu, diperbincangkan potensi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemprov Sumbar dengan Muhammadiyah sebagai wujud sinergi formal yang akan dijalankan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bersama MLB Muhammadiyah. Jika ini berhasil dijalankan, maka Muhammadiyah akan menjadi ormas keagamaan pertama yang menandatangani PKS resmi dengan Pemprov Sumbar. Kerja sama ini tidak sekadar dalam skala program-program simbolik, tapi menyentuh langsung pada agenda konkret hasil Musyawarah Wilayah Muhammadiyah Desember 2022.
Yang menarik untuk ditelaah lebih jauh adalah: apakah model sinergi ini akan direplikasi dengan ormas lain? Sebutlah Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Tarekat Syattariyah, Tarekat Naqsyabandiyah, maupun lembaga-lembaga adat dan sosial seperti MUI, LKAAM, KAN, dan Bundo Kanduang. Jika visi kolaboratif ini diperluas, maka Sumatera Barat akan memiliki kekuatan sipil yang utuh dan integratif untuk mendukung visi pembangunan daerah berbasis nilai dan budaya lokal.
Sejatinya, Muhammadiyah dan Sumatera Barat memiliki hubungan historis yang panjang dan mendalam. Dari sisi kuantitatif dan kualitatif, Muhammadiyah telah menjelma menjadi kekuatan masyarakat madani yang kokoh di ranah Minangkabau. Sejarah panjang, dinamika sosial-politik, serta perkembangan budaya menjadikan Muhammadiyah tidak hanya sebagai gerakan dakwah, tetapi juga kekuatan transformasi sosial di Sumatera Barat.
Karenanya, kerja sama ini memiliki nilai strategis dalam menjembatani antara kekuatan negara (state) dan kekuatan masyarakat sipil (civil society). Jika dikelola dengan baik, model ini bisa menjadi contoh nasional: bagaimana pemerintah daerah menjalin kemitraan yang produktif dengan ormas keagamaan dalam kerangka membangun masyarakat yang religius, maju, dan berkeadilan.
Tentu saja, keberhasilan kerja sama ini tidak hanya ditentukan oleh seberapa baik naskah PKS disusun. Lebih penting dari itu adalah komitmen bersama, transparansi, kesinambungan agenda, serta orientasi yang menjangkau kesejahteraan rakyat secara nyata. Muhammadiyah siap; dan Gubernur Mahyeldi tampaknya juga memahami sepenuhnya panggilan sejarah ini.
Semoga kerja sama ini bukan sekadar mimpi di atas kertas, tetapi benar-benar menjadi fondasi kolaborasi pembangunan Sumbar masa depan yang inklusif, religius, dan berkeadaban.




