MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengadakan Tarhib Pra Ramadhan 1446 H sekaligus Workshop Pemanfaatan Hutan di Hotel Santika, Padang, pada 20-21 Februari 2025. Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari unsur pemerintahan, akademisi, dan aktivis lingkungan.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Buya Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag., membuka acara sekaligus menyampaikan tausiyah. Sambutan juga disampaikan oleh Pimpinan BPKH, H. Harry Alexander, S.H., M.H., LLM, Ketua MLH PP Muhammadiyah, H. M. Azrul Tanjung, S.E., M.Si., serta Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Barat, Dr. Bakhtiar, M.Ag.
Workshop ini diikuti oleh 140 kader lingkungan hidup Muhammadiyah serta Ketua, Sekretaris, dan Bendahara (KSB) PDM dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat. Selain itu, turut hadir perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup Sumbar, Dinas Kehutanan, akademisi, peneliti lingkungan, serta berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan hutan.
Dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, hadir pula Sekretaris MLH, Dr. H. Djihadul Mubarok, S.H., M.Si., serta Kepala Staf MLH, Damurrosysyi, S.Ag., M.A. Turut serta Penasihat PWM Sumbar, Drs. H. Guspardi Gaus, M.Si., yang juga anggota DPR RI periode 2019-2024, serta tokoh-tokoh Muhammadiyah dan Aisyiyah lainnya.
Salah satu narasumber utama dalam workshop ini adalah Dr. Khalifah Muhammad Ali, dosen Departemen Ilmu Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), IPB University. Dalam presentasinya yang berjudul “Model dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat Hutan: Kasus di Hutan Wakaf Bogor”, Dr. Khalifah membahas konsep hutan wakaf sebagai inovasi sosial yang menggabungkan konservasi lingkungan dengan pemberdayaan ekonomi berbasis syariah.
Menurutnya, pengelolaan hutan wakaf dapat menjadi solusi berkelanjutan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar, sekaligus menjadi model yang dapat direplikasi di berbagai daerah. “Hutan Wakaf Bogor mungkin hanya contoh kecil, tetapi kami terus menyempurnakannya. Semoga pengalaman ini bisa menginspirasi Muhammadiyah Sumatera Barat untuk mengembangkan model serupa di wilayahnya,” ujar Dr. Khalifah.
Para peserta workshop menyambut baik gagasan ini dan meyakini bahwa Muhammadiyah memiliki kapasitas untuk merealisasikan konsep hutan wakaf di Sumatera Barat sebagai bagian dari gerakan ekologi Islam berbasis wakaf produktif.
Ketua PP Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas, mengutip Al-Qur’an dalam Surah Al-Qashash ayat 77 yang menegaskan larangan untuk merusak bumi. Ia menekankan bahwa menjaga lingkungan bukan sekadar tindakan sukarela, tetapi merupakan mandat bagi seluruh umat manusia.
“Persoalannya adalah bagaimana kita bisa memelihara lingkungan sekaligus memperoleh manfaat bagi kesejahteraan hidup, serta meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Untuk itu, kader Muhammadiyah harus berada di garda terdepan dalam upaya ini,” tegasnya.
Ketua MLH PP Muhammadiyah, M. Azrul Tanjung, menambahkan bahwa workshop ini bertujuan memberikan pemahaman lanjutan kepada kader lingkungan hidup Muhammadiyah di Indonesia, khususnya Sumatera Barat. Ia menegaskan bahwa pengelolaan wakaf tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga harus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Senada dengan itu, Ketua PWM Sumatera Barat, Buya Bakhtiar, menekankan pentingnya pengelolaan wakaf untuk kemaslahatan umat dalam aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Oleh karena itu, kerja sama antara akademisi, organisasi masyarakat, dan pemerintah menjadi kunci dalam menciptakan lebih banyak hutan wakaf sebagai solusi keberlanjutan lingkungan dan pemberdayaan ekonomi.
Dalam sesi khusus, Pimpinan Pelaksana BPKH, Harry Alexander, menekankan pentingnya umat memahami bagaimana pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan secara kreatif, sehingga memberikan manfaat ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Ia menambahkan bahwa peningkatan kesejahteraan umat melalui pemanfaatan hutan dapat berkontribusi pada peningkatan partisipasi haji. Dengan demikian, pada saatnya nanti, BPKH dapat mengurangi subsidi biaya haji dan mengalihkannya untuk mendukung berbagai sektor lain seperti pendidikan, bantuan bagi kaum dhuafa, lansia, anak yatim, UMKM, sarana ibadah, serta program dakwah di daerah terpencil.
Dalam diskusi, terungkap bahwa PWM Sumbar memiliki sejumlah hutan wakaf yang berasal dari wakaf individu, keluarga, atau komunitas. Namun, beberapa hutan tersebut berada dalam kawasan hutan lindung atau cagar budaya, yang secara administrasi diatur oleh negara melalui Kementerian ATR/BPN.
Dr. Khalifah menyarankan agar komunitas Muhammadiyah di Sumbar mengorganisir warga dan tokoh masyarakat untuk berdialog dengan pihak terkait guna menentukan status hukum hutan wakaf yang dikelola. Langkah ini penting untuk memastikan bahwa pengelolaan hutan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan, sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat penerima manfaat (mauquf alaih).
“Dengan perencanaan yang baik, hutan wakaf bisa menjadi sumber ekonomi produktif yang mendukung kesejahteraan masyarakat, serta menjadi bagian dari gerakan keberlanjutan berbasis syariah,” tutup Dr. Khalifah.