MINANGKABAUNEWS.com, PADANG PANJANG – Air mata mengalir di pipi seorang ibu paruh baya. Tangannya yang keriput menggenggam erat bingkisan sederhana pemberian santri. “Alhamdulillah… kami tidak terlupa,” bisiknya lirih, suara bergetar menahan isak.
Pemandangan menyentuh itu terjadi di Mushalla Nur Zikrillah, Nagari Tambangan, Jumat lalu (15/11). Puluhan santri dari Kelompok Kader Kesehatan Remaja (KKR) Rufa’idah Pesantren KAUMAN Muhammadiyah Padang Panjang datang membawa lebih dari sekadar bantuan material—mereka membawa kehangatan yang lama dinanti.
Dari Pesantren ke Kampung, Misi Mengukir Senyum
Berbalut seragam hijau, para santri terlihat sibuk sejak pagi. Ada yang menyiapkan paket sembako, ada yang mengatur meja pelayanan kesehatan gratis, ada pula yang sekadar duduk berbincang dengan warga. Tak ada jarak. Tak ada sekat. Yang ada hanya ketulusan dalam setiap senyuman.
“Kita, untuk Sesama, Mengukir Senyum dalam Kebersamaan”—bukan sekadar tema, melainkan jiwa dari Aksi Peduli dan Solidaritas (APSA) yang mereka gelar. Kegiatan bakti sosial ini lahir dari semangat kepedulian yang terinspirasi nilai-nilai keislaman dan sosok perempuan tangguh penuh pengabdian.
Nisrina Wahyuni, A.Md.Keb., Pembina KKR Rufa’idah, menyaksikan anak-anak didiknya dengan pandangan penuh haru. “Inilah makna sesungguhnya dari Rufa’idah—ketulusan berkhidmat tanpa mengharap balas. Melihat mereka bergerak dengan semangat luar biasa, saya yakin masa depan umat ada di tangan-tangan muda yang peduli seperti mereka.”
Bukan Sekadar Bantuan, Tapi Kehadiran
Yang membuat APSA berbeda adalah pendekatannya. Bukan distribusi bantuan yang kaku dan formal, melainkan pertemuan manusia dengan manusia. Para santri tak hanya datang, memberikan, lalu pergi. Mereka mendengar cerita, berbagi tawa, bahkan ikut merasakan beban yang dipikul warga.
Di sudut mushalla, seorang kakek tua tersenyum lebar. “Anak-anak ini mengingatkan saya pada masa muda dulu. Penuh semangat, penuh cinta. Semoga Allah memberkahi perjalanan mereka.”
Dr. Derliana, MA., Mudir Pesantren KAUMAN, tak menyembunyikan kebanggaannya. “Inilah bukti bahwa santri Kauman bukan hanya cerdas secara akademis dan spiritual, tetapi juga memiliki hati yang peka. ‘Iman, Ilmu, dan Amal’ bukan slogan—ini praktik nyata. Mereka adalah pemimpin masa depan yang paham arti kemanusiaan.”
Ketika Kebaikan Menular
Sepulang dari Tambangan, para santri membawa pulang sesuatu yang tak ternilai—pengalaman tentang arti berbagi yang sesungguhnya. Bukan tentang seberapa besar yang diberikan, tapi seberapa tulus hati yang memberi.
APSA kini menjadi lebih dari sekadar kegiatan tahunan. Ia adalah pengingat bahwa di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, kepedulian tetaplah harta paling berharga. Bahwa di balik kesibukan menuntut ilmu, ada tanggung jawab sosial yang tak boleh diabaikan.
Dan di Mushalla Nur Zikrillah itu, senyum dan air mata berpadu—melahirkan harapan bahwa kebaikan tak akan pernah mati, selama ada hati yang mau peduli.
Satu pertanyaan tersisa: kapan terakhir kali kita mengukir senyum di wajah orang lain?. (TR)






