MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — “Mengembangkan Geopark bukan membuat objek wisata, tapi membangun peradaban.” Kalimat itu bukan sekadar slogan. Ia mencerminkan visi besar Muhammad Zuhrizul, tokoh yang dikenal luas sebagai pionir pengembangan kawasan Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Nama Muhammad Zuhrizul tidak hanya melekat sebagai arsitek perubahan di kawasan pesisir, tetapi juga sebagai figur visioner dalam dunia pariwisata Sumatera Barat. Ia adalah pionir kawasan wisata Mandeh, owner Lawang Park di Kabupaten Agam, serta inisiator Marawa Beach Club di Kota Padang, sebuah destinasi premium yang memadukan konsep leisure, budaya lokal, dan ekonomi kreatif.
Tak hanya aktif di lapangan, Zuhrizul juga mengemban peran strategis dalam dunia usaha dan pariwisata. Ia menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Sumatera Barat dan Dewan Penasihat DPD ASITA (Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies) Sumbar. Posisi ini memperkuat jangkauan dan pengaruhnya dalam memperjuangkan pariwisata berbasis kearifan lokal yang berkelanjutan.
Bagi Zuhrizul, konsep Geopark tidak semata bicara tentang potensi geologi atau lanskap yang menawan, melainkan juga tentang manusia, sejarah, dan nilai-nilai peradaban. “Geopark itu bukan hanya tentang batuan dan keindahan alam, tapi tentang bagaimana kita mendidik masyarakat agar mencintai dan merawat warisan bumi,” ujarnya.
Kawasan Mandeh, yang terletak di Teluk Carocok Tarusan, telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan sedang diarahkan menuju jejaring geopark nasional. Namun, bagi Zuhrizul, pengembangan tidak boleh lepas dari prinsip pelestarian dan pemberdayaan.
“Kalau hanya menjual panorama, semua bisa. Tapi jika kita ingin meninggalkan jejak peradaban, maka wisata harus punya makna, bukan sekadar tempat swafoto,” tegasnya.
Melalui Lawang Park, Zuhrizul memperkenalkan konsep edukasi ekowisata yang menyentuh kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga alam dan budaya. Sementara Marawa Beach Club menjadi contoh bagaimana pengelolaan destinasi modern bisa tetap menghormati nilai lokal, menghidupkan UMKM, serta menciptakan ruang tumbuh bagi ekonomi kreatif generasi muda.
Perjuangan Zuhrizul bukan tanpa tantangan. Ia kerap berhadapan dengan arus investasi pragmatis yang lebih menekankan profit jangka pendek. Namun dengan konsistensi visi, ia berhasil menunjukkan bahwa pembangunan pariwisata yang beradab—yang mendidik dan membangun karakter—adalah mungkin.
Kini, dari pesisir hingga dataran tinggi Sumatera Barat, nama Muhammad Zuhrizul menjadi simbol perubahan. Ia membuktikan bahwa pariwisata tidak hanya bisa mendatangkan wisatawan, tetapi juga membentuk cara pandang baru terhadap bumi, budaya, dan masa depan.






