Oleh: H. Al Amin, S. sos, MM (Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Padang)
“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.”
– KH Ahmad Dahlan
Kalimat ini bukan sekadar pesan personal, melainkan pedoman moral perjuangan. Ia menggambarkan etos Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang hidup karena keikhlasan, bukan karena kepentingan pribadi. Pesan ini semakin menemukan relevansinya ketika kader-kader Muhammadiyah hadir di ruang-ruang pemerintahan: bukan untuk mencari kuasa, tapi untuk melayani umat dengan tulus.
Ibadah dalam Wujud Pelayanan
Dalam perspektif Islam, pelayanan kepada sesama adalah bentuk ibadah. Allah SWT berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
(QS. Al-Mā’idah [5]: 2)
Ayat ini menjadi dasar moral pelayanan publik: kerja birokrasi bukan hanya urusan teknis, tetapi bagian dari amal saleh, selama dilandasi niat yang benar dan prinsip keadilan. Maka ketika seorang kader Muhammadiyah terlibat dalam pemerintahan, sejatinya ia sedang menjalankan perintah agama untuk menebarkan maslahat bagi umat.
KH Ahmad Dahlan mengingatkan, “Agama itu jangan hanya dipelajari, tapi harus diamalkan dan diajarkan. Jangan memikirkan dirimu sendiri, pikirkanlah orang lain.” Dalam birokrasi, nilai ini hadir dalam bentuk keadilan anggaran, kecepatan pelayanan, dan ketegasan dalam melindungi hak-hak masyarakat kecil.
Jabatan Adalah Amanah
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
(HR. Bukhari, no. 893; Muslim, no. 1829)
Hadis ini mengingatkan kita bahwa jabatan bukan privilege, melainkan taklīf, beban amanah. Seorang pejabat dari kalangan Muhammadiyah seharusnya menjadikan kekuasaan sebagai sarana untuk berbuat baik sebanyak-banyaknya, bukan untuk memperkaya diri atau membesarkan kelompok. Dalam hal ini, prinsip “tajdid” (pembaruan) yang diusung Muhammadiyah menjadi fondasi reformasi birokrasi yang berintegritas.
KH Ahmad Dahlan sering mengutip ayat:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…”
(QS. An-Naḥl [16]: 90)
Ayat ini tercermin dalam semangat public service yang adil dan merata. Pelayanan yang tidak diskriminatif, melayani tanpa melihat latar belakang sosial, politik, atau agama, adalah pengejawantahan nyata dari ayat tersebut.
Al-Mā’ūn: Etos Birokrasi yang Mencerahkan
Surat Al-Mā’ūn adalah fondasi teologis gerakan Muhammadiyah. Bagi KH Ahmad Dahlan, surat ini bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk dihidupi. Maka ketika seorang kader Muhammadiyah bekerja dalam pemerintahan, ia harus menghindari dua kecenderungan dalam surat tersebut: mendustakan agama karena mengabaikan anak yatim, dan enggan memberi pertolongan kepada yang membutuhkan.
Muhammadiyah telah meletakkan etika kerja sosial dalam garis perjuangannya. Nilai ini perlu diinternalisasi dalam etos birokrasi: jangan sampai ada kebijakan yang mempersulit rakyat kecil, atau mengabaikan suara kaum lemah yang tak bersuara.
Pemerintah yang Mencerahkan
Seorang birokrat yang Muhammadiyah sejati tidak sekadar menjalankan rutinitas, tapi menjadi pelita di tengah birokrasi yang kadang redup karena pragmatisme dan politik kepentingan. Dalam konteks inilah, sabda Nabi SAW kembali relevan:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”
(HR. Ahmad, no. 23408)
Semakin tinggi jabatan, semakin besar ruang untuk menghadirkan manfaat. Maka jangan jadikan kekuasaan sebagai benteng untuk diri, tetapi sebagai jembatan menuju masyarakat.
Muhammadiyah bukanlah gerakan yang menjauh dari negara, namun tidak pula memburu kekuasaan. Ia hadir di tengah-tengah umat dan negara sebagai kekuatan sipil yang memandu nilai dan arah kebijakan melalui kader-kadernya. Ketika seorang kader Muhammadiyah masuk ke pemerintahan, ia sedang melanjutkan misi tajdid dan rahmatan lil ‘alamin, bukan membawa agenda golongan, tetapi semangat kebermanfaatan universal.
Seperti pesan KH Ahmad Dahlan yang agung,
“Menolong orang lain itu lebih utama daripada memperbanyak wirid.”
Maka jadikan birokrasi tempat mengabdi. Pelayanan bukan beban, melainkan ladang amal. Inilah jihad modern kader Muhammadiyah: berbuat baik lewat negara, untuk umat dan bangsa.




