MINANGKABAUNEWS.com, YOGYAKARTA — Dalam langkah monumental yang memadukan ilmu astronomi, ijtihad syar’i, dan visi geopolitik umat, Pimpinan Pusat Muhammadiyah resmi menerapkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) mulai 1 Muharram 1447 H (26 Juni 2025 M). Inisiatif ini menandai dimulainya era baru penanggalan Islam yang bersifat global, seragam, dan berbasis ilmiah, dengan tujuan utama: menyatukan waktu ibadah umat Islam di seluruh dunia.
Keputusan ini merupakan hasil dari Musyawarah Nasional XXXII Majelis Tarjih dan Tajdid yang digelar pada Februari 2024 di Universitas Muhammadiyah Pekajangan, Pekalongan. Muhammadiyah, yang dikenal sebagai pelopor pembaruan pemikiran Islam di Indonesia, memandang KHGT sebagai bagian dari tajdid peradaban dalam menjawab tantangan globalisasi.
“KHGT bukan hanya sistem kalender, ini adalah simbol kesatuan dan kemajuan umat. Kita ingin waktu ibadah tidak lagi dipisahkan oleh batas negara atau perbedaan metode hisab-rukyat,” ujar Prof. Dr. Syamsul Anwar, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Kalender ini dibangun di atas metode hisab hakiki kontemporer yang mampu menghitung posisi bulan dan matahari dengan ketelitian milidetik. KHGT menggunakan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia, selaras dengan garis tanggal internasional (International Date Line). Kriteria visibilitas hilal yang digunakan adalah tinggi bulan minimal 5° dan elongasi 8°, memastikan keakuratan ilmiah sekaligus memenuhi standar imkanu rukyat.
Secara syar’i, KHGT didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an seperti QS Yasin: 39-40 dan QS Al-Baqarah: 189, serta hadis-hadis Nabi SAW yang mendorong umat Islam untuk mengikuti sistem waktu berbasis perhitungan dan keseragaman. Muhammadiyah juga mengutip pendapat tokoh klasik seperti Ibn ‘Āsyūr, Imam Nawawi, dan Syekh Ahmad Muhammad Syākir yang mendukung prinsip kalender Islam bersifat global.
Selama berabad-abad, umat Islam menggunakan kalender lokal yang menyebabkan perbedaan dalam penentuan awal Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha, bahkan Hari Arafah. Perbedaan ini bukan hanya berdampak pada ibadah, tetapi juga menimbulkan citra ketidakteraturan Islam dalam kancah global.
Muhammadiyah menyadari tantangan diplomasi keulamaan dan resistensi tradisional yang mungkin muncul. Namun, kemajuan teknologi dan kesadaran umat dinilai sudah cukup matang untuk melangkah ke tahap baru ini.
“Secara teknis, KHGT bisa diterapkan sekarang. Yang dibutuhkan adalah diplomasi antarnegara Islam dan kesadaran umat untuk menerima satu sistem kalender yang adil, ilmiah, dan syar’i,” lanjut Syamsul Anwar.
KHGT bukan hanya berdampak pada keseragaman waktu ibadah, tetapi juga berpotensi besar dalam sektor ekonomi syariah global, logistik halal lintas negara, penjadwalan ibadah haji dan umrah, serta kalender transaksi bisnis syariah.
Penerapan KHGT internal oleh Muhammadiyah menjadi langkah awal strategis menuju diplomasi global. Muhammadiyah menyerukan organisasi Islam di dunia untuk mempertimbangkan KHGT sebagai solusi integratif — seraya merujuk pada Deklarasi Dakar 2008 yang menyerukan penyatuan kalender Islam di level negara-negara OKI.
Dengan KHGT, Indonesia — melalui Muhammadiyah — menegaskan posisinya sebagai pemimpin pemikiran Islam modern di kancah internasional. Dari langit Yogyakarta, suara persatuan Islam kini menggaung ke seluruh dunia — melalui perhitungan bulan dan ketepatan waktu.
“Dulu umat Islam memimpin dalam ilmu falak. Kini saatnya kita memimpin kembali — dengan KHGT sebagai langkah pertama,” pungkas Syamsul Anwar.






